Jakarta, MKOnline – Mahkamah Konstitusi (MK) kali ini mendapat kunjungan dari para mahasiswa Universitas Pelita Harapan (UPH) Surabaya, Selasa (19/4). Pada kunjungan tersebut, Hakim Konstitusi Harjono menyampaikan materi seputar sejarah, tugas, dan kewenangan MK. Para mahasiswa juga berkeliling melihat-lihat apa yang dikerjakan MK dan melihat ke dalam ruang perpustakaan MK.
Hakim Konstitusi, Harjono di hadapan para mahasiswa UPH Surabaya menyampaikan bahwa untuk menjaga netralitas dan independensi MK, maka sembilan hakim konstitusi diseleksi oleh tiga lembaga, yaitu DPR, MA, dan Presiden. Hal itu sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK. Kemudian DPR, MA, dan Presiden berhak mengajukan masing-masing tiga calon hakim konstitusi. Pengajuan calon tersebut kemudian ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
Lebih lanjut, Harjono mengatakan, distribusi kewenangan untuk memilih hakim konstitusi itu penting dilakukan agar MK mampu mewakili lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang ada dalam sistim ketatanegaraan. Adanya unsur ketiga lembaga itu juga mampu menjadi penguat fungsi cheks and balances antar cabang kekuasaan tersebut.
Mengenai kriteria hakim konstitusi, Harjono menjelaskan untuk menjadi hakim konstitusi sesuai Pasal 15 UU No. 24 tahun 2003 tentang MK, seorang calon hakim konstitusi tersebut harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, mampu berlaku adil, serta seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Meski begitu, seorang calon hakim konstitusi tersebut tidak mesti memiliki latar belakang hukum tata negara. ”Tidak mesti berlatar belakang hukum tata negara, tapi ketika masuk MK sudah harus paham dan menguasai konstitusi dan ketatanegaraan untuk dapat menjalankan tugasnya,” jelas Harjono.
Terkait jumlah hakim konstitusi yang berjumlah sembilan, Harjono mengatakan, semakin banyak hakimnya, maka semakin mewakili pendapat masyarakat. Harjono memberikan contoh MK di Belgia yang memiliki delapan belas hakim. Belgia memerlukan banyak hakim karena negara itu memiliki dua bahasa yang digunakan oleh mayoritas rakyatnya, yaitu Belanda dan Perancis. Karena itu menjadi perlu dan penting menghadirkan banyak hakim di MK Belgia.
Harjono juga menjelaskan mengapa keputusan MK bersifat final dan mengikat. Menurut Harjono, seluruh MK di dunia juga menganut hal yang sama. Hal itu dikarenakan untuk memberi kepastian hukum kepada para pihak yang terlibat suatu perkara. ”Seperti perkara Pemilukada, mengapa ada MK? Itu tujuannya untuk menjamin kepastian hukum, bukan masalah benar atau salah. Kebenaran Pemilukada itu ada sejak saat proses pemilukada yang jurdil atau tidak. Jadi, yang penting itu soal kepastian hukumnya,” papar Harjono sembari memberikan contoh.
Di akhir pertemuan, para mahasiswa memberikan kenang-kenangan berupa plakat untuk MK yang diterima langsung oleh Harjono. Usai mendapat materi dari Harjono, para mahasiswa berkeliling melihat susana di gedung lembaga yang mengadili perkara konstitusional ini dan tidak lupa mengunjungi perpustakaan modern yang dimiliki MK. (Yusti Nurul Agustin/mh)