Jakarta, MK Online - Kesadaran berkonstitusi itu sangat penting, karena sebuah bangsa akan hancur jika konstitusi tidak disadari dengan sungguh-sungguh. Menegakkan konstitusi juga tidak boleh berpikir mayoritas-minoritas. Minoritas dalam negara harus dilindungi dan diperlakukan sama.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengingatkan pentingnya kesadaran itu dalam Temu Wicara MK dengan TNI Angkatan Udara tentang Peningkatan Pemahaman Berkonstitusi dan Hukum Acara MK, Jumat (15/3/2011) di Hotel Gren Melia, Kuningan, Jakarta. Acara digelar selama tiga hari, Jumat hingga Minggu. Temu Wicara ini bagian dari kerja Sama MK dengan TNI AU.
Dalam sambutannya, Mahfud MD mengatakan MK selalu mengadakan Temu Wicara dalam rangka memfokuskan diri pada pendalaman kesadaran berkonstitusi. TNI AU sebagai bagian dari alat pertahanan negara, perlu memahami konstitusi karena menegakkan kedaulatan negara dan ideologi bangsa menjadi tugas dan tanggung jawab yang mulia.
Mahfud mencontohkan kasus di Amerika, saat Presiden Obama dikritik karena menyetujui pembangunan masjid di pusat kota New York. “Obama setuju karena hak beribadah dilindungi konstitusi, meski dari kelompok minoritas sekalipun. Hal yang sama juga harus ditegakkan di Indonesia pula,” katanya.
Contoh ini diungkapkan karena ia melihat aspek mayoritas-minoritas masih dominan. Menurutnya, konstitusi di manapun tidak boleh berpikir mayoritas-minoritas. Perbedaan justru harus digalang untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan. Sebab, bangsa ini sudah bersepakat dengan modus vivendi (kesepakatan luhur) Pancasila.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat menekankan TNI AU dituntut tetap dapat melaksanakan tugas pokok TNI, operasi militer, operasi perdamaian, dll sesuai dengan konstitusi, hukum, serta demokrasi. “Saya menyambut baik kegiatan ini dan berharap semakin menguatkan pemahaman. UU TNI No. 34/2004 menegaskan jatidiri TNI adalah tentara profesional yang menganut hukum nasional dan internasional," ujarnya.
Semangat Penyelenggara Negara
Para pemateri yang mengisi Temu Wicara kali ini di antaranya Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin yang mengantarkan tema “Sistem Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan UUD 1945 dan Memahami UUD 1945 Sebagai Penjabaran Pancasila”. Materi lain adalah “Hukum Acara Pengujian UU oleh Hakim Konstitusi Harjono, Hukum Acara Pembubaran Parpol oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim, dan Mahkamah Konstitusi: Framework for Court Excellence oleh Sekjen MK Janedjri M Gaffar.
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim dalam pemaparannya mengatakan era reformasi 1998 mengakibatkan berkembangnya dinamika berbangsa dan bernegara. "Kami di MPR waktu 1998-1999 menangkap adanya mainstream bangsa; tidak semua isi UUD 1945 bisa dipakai seluruhnya, namun tidak seluruhnya pula tidak relevan. Karena itu, amandemen yang dimulai pada 1999-2002 namanya Perubahan UUD 1945, bukan penggantian,” katanya.
Lukman juga menggarisbawahi hal mendasar yang melatarbelakangi cara pandang pendiri bangsa, baik buruknya negara dikelola, sangat tergantung orangnya. Semangat penyelenggara bangsa inilah yang menentukan. (Yazid/mh)