Jakarta, MK Online - Sidang lanjutan terhadap perkara Perselisihan Hasil Pemilukada Kabupaten Bolaang Mongondouw kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (13/4), di Ruang Sidang Pleno MK. Kepaniteraan MK meregistrasi dua permohonan ini dengan Nomor 37/PHPU.D-IX/2011 dan Nomor 38/PHPU.D-IX/2011. Pemohon merupakan pasangan calon bupati dan wakil bupati Bolaang Mongondouw Nomor Urut 4 Aditya Anugrah Moha-Norma Makalalag (Pemohon I) serta Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondouw Suharjo D. Makalalag-Hasna Mokodompit (Pemohon II).
Dalam jawabannya, Termohon yang diwakili kuasa hukumnya Decrolly Raintama menjelaskan bahwa selama proses penghitungan hasil suara Pemilukada Kabupaten Bolaang Mongondouw tidak ada keberatan yang diajukan oleh para pemohon. Menurut Decrolly, Pemohon terkesan memaksakan dalil-dali dalam permohonannya. “Dalil-dalil yang diungkapkan para pemohon tidak berdasarkan fakta hukum serta kurangnya pengetahuan Pemohon mengenai kewenangan Pemohon. Termohon sudah melaksanakan fungsi pemohon dengan baik,”jelasnya.
Mengenai dalil Pemohon II, kuasa hukum KPU Kabupaten Bolaang Mongondouw sebagai Termohon, Dantje Kaligis menjelaskan bahwa Pemohon batal masuk sebagai salah satu peserta Pemilukada Kabupaten Bolaang Mongondouw dikarenakan adanya kepengurusan ganda dalam salah satu partai politik pengusung Pemohon. “Penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dalil pemohon yang menyebutkan bahwa Termohon telah menghalangi hak-hak Termohon tidak berdasar,” jelasnya.
Sementara itu, pasangan Salihi Mokodongan-Yanni Tuuk sebagai Pihak Terkait yang diwakili oleh Arteria Dahlan membantah semua dalil yang dituduhkan Pemohon. Menurut Arteria, Pemohon salah dalam menentukan objek permohonan karena dalil Pemohon tidak berkaitan dengan hasil penghitungan suara. “Pelanggaran yang didalilkan Pemohon pun sesungguhnya tidak ada, hanya berupa klaim, seperti mengenai ijazah. Jika memang ada persoalan mengenai ijazah pihak terkait, kenapa tidak dari kemarin-kemarin dipermasalahkan oleh Pemohon?” ujarnya.
Selain itu, terang Arteria, dalil Pemohon bersifat manipulatif, rekayasa dan jauh dari fakta. Pemohon terkesan memaksakan, padahal tidak ada keberatan sama sekali yang diajukan oleh Pemohon ketika penghitungan suara digelar. “KPU Kabupaten Bolaang Mongondouw mendapat penghargaan dari KPU Pusat karena menyelenggarakan pemilukada tanpa adanya pelanggaran satupun di 12 kecamatan. Masalah yang diungkapkan oleh Pemohon merupakan masalah yang diciptakan oleh Pemohon sendiri,” urainya.
Mengenai dalil ijazah yang melanggar hukum, Arteria menyatakan bahwa ijazah Pihak Terkait telah digantikan oleh sertifikat pengganti ijazah. Arteria juga mempertanyakan keterkaitan ijazah yang melanggar hukum dengan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif seperti yang didalilkan oleh Pemohon. “Sudah dua kali dilakukan proses verifikasi pasangan calon, namun Pemohon tidak mempersoalkan dan sudah sesuai dengan hukum. Kemudian Pemohon mempersoalkan bahwa Pihak Terkait hanya bersekolah sampai kelas IV SD, maka kami akan menghadirkan guru dan teman sekelas Pihak terkait semasa SD untuk membuktikan,” paparnya.
Dalam sidang mengagendakan Pembuktian, Pemohon I menghadirkan tujuh orang saksi, sementara Pemohon II mengajukan dua orang saksi. Ulfa Paputungan menjelaskan bahwa SDN 1 Bolaang Mongondow yang tercantum seperti ijazah Pihak Terkait berdiri sejak 1963 dan mulai beroperasi pada 1964. “Lulusan pertama tercatat pada tahun 1969, sementara ijazah Pihak Terkait dikeluarkan pada 1968. Kemudian sertifikat pengganti ijazah juga tidak pernah dikonfimasi oleh Termohon,” jelasnya.
Sementara itu, Raola Sugeha selaku Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah Kabupaten bolaang Mongondow menjelaskan bahwa proses keluarnya ijazah Pihak Terkait tidak sesuai dengan persayaratan yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional. “ijazah Pihak Terkait merupakan ijazah asli, namun proses perolehannya ganjil karena waktu pengambilan Paket B ke Paket C hanya berselang selama 1 tahun 8 bulan,” terangnya.
Lukman Lobub, saksi Pemohon lainnya yang merupakan Ketua Pusat Belajar Masyarakat Kabupaten Bolaang Mongondow, bersaksi bahwa dirinya tidak melihat Sahili Mokodongan tidak ada dalam kelas dilaksanakannya Ujian Paket B pada 2008 lalu. “Saya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Bapak Sahili tidak ada di tempat. Di mejanya ada seorang perempuan bernama Ibu Linda yang menggantikan Bapak Sahili. Ibu Linda yang mengerjakan LJUN (Lembar Jawaban Ujian Nasional, red.) Bapak Sahuili,” terangnya.
Sementara itu, Aljufri Kabandaha sebagai Saksi Pemohon II mengungkapkan bahwa 17 partai politik sudah menandatangani surat pencalonan Pemohon. “17 partai politik gabungan mengusung Pemohon sebagai calon pasangan peserta pemilukada Kabupaten bolaang Mongondow, namun tiba-tiba saja KPU membatalkan pada 21 Februari 2011,” katanya.
Kuasa hukum Pemohon I Utomo A. Karim dihadapan Ketua Panel Hakim, Achmad Sodiki, mengatakan keberatan terhadap hasil rekapitulasi perhitungan suara di tingkat Kabupaten Bolaang Mongondow. Padahal, pada rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara di KPU para saksi Pemohon I sudah mengajukan keberatan. Utomo juga menyampaikan bahwa Pemohon I menganggap KPU Kabupaten Bolaang Mongondow telah melakukan konspirasi dengan Pihak Terkait atau pasangan pemenang Pemilukada Bolaang Mongondow (Salihi Mokodongan-Yanni Tuuk). Konspirasi tersebut terlihat dari disahkannya Salihi menjadi calon Bupati Bolaang Mangondow meski sebenarnya ia tidak memenuhi syarat pencalonan, yaitu harus lulusan SMA atau sederajat.
Sementara itu, Pemohon II yang diwakili kuasa hukumnya, Veri satria Dilapanga. Veri mengatakan, prinsipalnya yang diusung oleh gabungan partai politik dianggap KPUD Bolaang Mongondow tidak memenuhi syarat administrasi untuk menjadi calon Bupati Bolaang Mongondow pada 21 Februari 2011. Padahal, Pemohon dan gabungan partai politik sudah memenuhi syarat yang diminta KPUD pada masa verifikasi. (Lulu Anjarsari/mh)