Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Acara (APHA) MK menggelar rapat mengenai Training of Trainer (ToT) di Hotel Santika, Jakarta, Jumat (8/4) malam. Pembahasan rapat adalah seputar silabus dan materi ToT Hukum Acara MK, melalui diskusi dari mereka yang hadir antara lain Sekjen MK Janedjri M. Gaffar, Kepala Biro Umum MK Syaiful Bahri, Kepala Biro Humas dan Protokol MK Noor Sidharta, para pejabat dan pegawai MK lainnya, maupun sejumlah pakar hukum tata negara seperti Saldi Isra, Yuliandri maupun Kurnia Warman.
Dalam rapat, misalnya ada masukan perlu didiskusikan kembali tentang praktik hukum acara MK, apakah fokus pada praktik hukum acara MK atau simulasi praktik permohonan dan penyusunan putusan. Selain itu ada tanggapan peserta rapat, bahwa perlu didiskusikan kembali tentang teknis penilaian, pembobotan, dan ranking peserta ToT. Kemudian ada masukan peserta bahwa pembahasan rapat sebaiknya fokus pada silabus, jadwal acara menyusul menyesuaikan silabus.
Kesepakatan Rapat
Alhasil setelah berlangsung selama lebih dari empat jam, rapat itu menghasilkan sejumlah kesepakatan, antara lain menentukan lima peserta ToT terbaik untuk diikutsertakan dalam intership sebagai bentuk penghargaan. “Selain itu memasukkan materi Pancasila, namun bukan implementasi nilai-nilai Pancasila. Juga materi UUD maupun Administrasi dan Manajemen Peradilan,” ungkap Sekjen MK Janedjri. M. Gaffar yang memberikan arahan rapat tersebut.
Hasil rapat itu juga memaparkan bahwa kegiatan ToT dilaksanakan selama 4 hari 3 malam. Di samping itu rapat menyepakati tidak ada magang bagi peserta ToT di MK. Rapat juga menentukan tiga kewenangan MK terkait PUU, PHPU, SKLN menjadi bahan simulasi peserta. Isi simulasi merupakan penyusunan permohonan dan penyusunan putusan dengan bahan simulasi dari perkara-perkara MK yang sudah diputus. Simulasi dilaksanakan satu hari sebelum hari penutupan. “Mengenai simulasi ini harus ada penilaian dan peringkat untuk memotivasi peserta, tetapi persyaratannya harus ketat, terukur dan terbuka,” ujar Janedjri yang didampingi Syaiful Bahri.
Selanjutnya, rapat MK-APHA MK ini menentukan bahwa materi yang bersifat teknis administrasi seperti registrasi perkara, tidak dimasukkan dalam silabus narasumber atau hakim. Hakim cukup memberikan matei yang sifatnya substansi. Sedangkan untuk domain materi teknis administrasi diserahkan kepada unit Kepaniteraan atau Biro Administrasi Perkara dan Persidangan MK.
Di samping itu, rapat MK-APHA MK menghasilkan kesepakatan mengenai pengaturan narasumber, bahwa materi hukum acara direkomendasikan untuk diisi oleh hakim konstitusi yang masih aktif. Kemudian untuk tata cara penyusunan putusan, dirafting putusan MK dan tata cara penyusunan permohonan dapat diisi oleh mantan hakim konstitusi. (Nano Tresna A./mh)