Jakarta, MKOnline - Ada paradoks di Indonesia. Pada satu sisi diakui Indonesia menjadi negara demokrasi yang berhasil. Namun pada sisi lain, tidak sedikit pula yang menilai kondisi saat ini justru menjadi cermin kemunduran Indonesia, terutama dengan banyaknya proses politik yang bersifat transaksional.
Itulah pandangan Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi, ketika diwawancarai Karim Ruslan. Mahfud menerima wartawan berkebangsaan Malaysia ini di ruangannya lantai 15, Kamis (7/4/2011) pukul 13.30 wib. Karim adalah wartawan lepas yang kagum dengan sosok Mahfud MD, terutama setelah banyak menorehkan prestasi bersama lembaga yang dipimpinnya.
Dengan didampingi Bowo, rekannya yang juga wartawan poros Jakarta, Karim menuturkan idenya ingin mewawancarai Mahfud MD adalah karena melihat tayangan pria kelahiran Madura ini di stasiun TVOne. “Saya melihat anda berdiri di depan kamera, berbicara tentang pluralisme, dengan latar belakang rumah-rumah kumuh,” katanya.
Selain itu, di samping mengenai kesederhanaan Mahfud, prestasi lain yang dikagumi Karim adalah mengenai karya tulisnya yang cukup banyak. Perpaduan akademisi sekaligus pejabat negara, membuat Karim melihat Mahfud benar-benar pribadi luar biasa. “Saya memang kalau Sabtu mengajar di banyak tempat. Di Jogja biasanya di UII dan UGM. Sabtu besok saya ke Univ. Tanjungpura, Pontianak,” ujar Mahfud.
Karim mengawali pertanyaannya ke Mahfud mengenai kesediaannya tampil di TVOne dalam beberapa acara. “Itu atas permintaan TVOne. Saya juga sudah banyak membuat program seperti itu di TVOne. Itu renungan saja agar masyarakat dengan melihat tayangan tersebut, ikut merenungkan secara rileks,” katanya. Mahfud MD memang rutin mengisi acara bertema “Renungan” di TVOne di sela-sela kesibukan tugasnya.
Mewarisi Perjuangan Gus Dur
Hal penting yang mendasari Karim menjadikan Mahfud MD sebagai bahan tulisannya adalah karena ia melihat hanya Mahfud yang selama ini nampak mewarisi perjuangan dan ide-ide yang pernah ditanamkan Gus Dur. Mahfud sendiri tidak menolak anggapan itu. “Sebenarnya banyak orang yang meneruskan ide Gus Dur, namun barangkali tidak terlalu muncul karena tidak di posisi penting seperti saya,” katanya.
Mahfud menegaskan, masih banyak ide-ide penting Gus Dur yang harus dilanjutkan, bahkan perlu diterjemahkan ke dalam kebijakan pemerintah. Misalnya ide mengenai paham kebangsaannya.
“Malaysia menurut saya perlu para pemikir seperti Gus Dur, yang hanya dalam tempo 18 bulan mampu membuat banyak terobosan dan kebijakan produktif, seperti membuka kran kebebasan pers, mengakui kewarganegaraan Tionghoa, dan lainnya,” kata Karim mengomentari negaranya.
“Bagaimana dengan wacana yang sempat dilontarkan Gus Dur untuk membuka hubungan dengan Israel?” tanyanya lebih lanjut. Mahfud mengatakan sebenarnya Gus Dur saat itu bersikap realistis saja. “Negara-negara Islam sendiri banyak yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel, maka Indonesia pun tidak ada salahnya. Kalau kita bisa kontak negaranya langsung tanpa perantara negara lain, itu lebih baik. Apalagi Israel memang punya pengaruh penting di dunia internasional,”kata Mahfud. (Yazid/mh)