Jakarta, MKOnline - Konstitusi adalah dokumen pendirian negara untuk membatasi kekuasaan. Kekuasaan sendiri perlu dibatasi karena di dalam negara ada rakyat yang berdaulat.
Itu sepenggal kuliah tamu yang diberikan Fajar Laksono kepada sekitar 83 siswa Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3 Surakarta, Selasa (5/4/2011) pukul 09.00 wib. Menurut guru pembina yang turut mengiringi para siswa melakukan kunjungan ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) ini, kedatangan mereka adalah bagian dari outdoor pembelajaran di luar kelas.
“Untuk mengikuti dinamika sosial dan pemerintahan saat ini, dipandang perlu mengunjungi MK, biar tidak hanya melihat di TV dan membaca di koran saja, biar kita tidak terkena isu dan kabar yang tidak bertanggungjawab,” tutur salah satu guru pembina, yang juga bertindak sebagai moderator dalam pertemuan di Ruang Konferensi Lantai 4 Gedung MK ini.
Kunjungan ini diikuti oleh para siswa kelas X (Kelas 1 SMU). Mereka berangkat ke Jakarta dengan 2 bis besar serta didampingi oleh 4 orang guru pembina. Mengetahui para siswa yang berkunjung dari Solo, Fajar menyahut bahwa ia pernah 5 tahun tinggal di kota ini. “Saya kuliah di Universitas Negeri Surakarta (UNS) mulai tahun 1997 – 2002,” katanya.
Pengawal Konstitusi dan Demokrasi
Fajar dalam paparannya menjelaskan bahwa MK adalah lembaga negara pengawal konstitusi dan demokrasi yang baru berusia 8 tahun berjalan. “Konstitusi itu Undang-Undang Dasar (UUD). Dalam pengertian yang lebih sempit, UUD itu sifatnya tertulis, sementara dalam arti luas, konstitusi ada pula yang tidak tertulis,” jelasnya.
Dijelaskan pula bahwa UUD 1945 dulunya dirumuskan BPUPKI, yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Apapun yang ditulis dan disepakati UUD harus dikawal MK. “MK lahir dari rahim reformasi konstisusi. Ada adagium, tidak akan ada reformasi politik tanpa reformasi konstitusi,” lanjutnya.
Sebelum perubahan UUD, aspek politik memang lebih sering dikedepankan. Fajar menjelaskan makna politik secara sederhana adalah pergulatan untuk meraih kekuasaan. “Biasanya soal suka dan tidak suka. Yang mayoritas, meski belum tentu benar, akan menang,” katanya.
Tidak lupa digambarkan pula kewenangan dan kewajiban MK. Ada empat kewenangan dan satu kewajiban. Untuk kewenangan pembubaran partai politik, yang berhak memohonkan adalah pemerintah.
Dalam sesi tanya jawab, Yosinta dari Sukoharjo, menanyakan tentang pengertian menguji UU. Siswa lain, Ainun dari Solo, bertanya tentang perlindungan khusus kepada hakim MK. sementara Yusuf Pradana dari Wonogiri ingin tahu tentang kriteria memilih hakim konstitusi.
Fajar menjelaskan pengertian menguji UU adalah diuji konstitusionalitasnya; apakah sudah bersumber dari UUD, dan apakah tidak bertentangan dengan UUD. “Pasalnya diuji kesesuaiannya dengan UUD,” katanya.
Sementara itu, mengenai perlindungan terhadap hakim, Fajar mengatakan mereka adalah pejabat negara, maka pasti dilindungi oleh negara; ada ajudan, pengawalan, dll. Soal ancaman, sejauh ini dituturkan belum ada, semua berjalan apa adanya.
Kemudian, kriteria memilih hakim konstitusi oleh tiga lembaga termaktub dalam Pasal 15 UU MK. “Untuk syarat yang lebih teknis, ada dalam Pasal 16 UU MK. Nah, syarat yang khas yang membedakan dengan pemilihan di lembaga lain adalah syarat negarawan. Negarawan berarti menanggalkan kepentingan pribadi dan golongan untuk memikirkan kepentingan negara,” katanya. (Yazid/mh)