Jakarta, MKOnline - Segenap mahasiswa jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Subang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (4/4) siang. Kedatangan mereka diterima langsung oleh peneliti MK, Fajar Laksono Soeroso yang memaparkan latar belakang dibentuknya MK serta sejumlah wewenang maupun kewajiban MK selaku lembaga peradilan tata negara di negeri ini.
“MK lahir dari amandemen UUD 1945. Sebagai sebuah lembaga negara, MK adalah lembaga negara baru yang dibentuk atas perintah UUD,” ungkap Fajar yang didampingi Tri Wantoro selaku dosen pembimbing STKIP Subang.
Tahun 1999-2002 dilaksanakan reformasi konstitusi di Indonesia, melakukan satu rangkaian amandemen dalam 4 tahap. Tahun 1998 menjadi entry point bagi demokratisasi politik di Indonesia, dengan terjadinya reformasi politik.
“Reformasi politik yang berimbas pada jatuhnya rezim orde baru, salah satu penyebabnya adalah banyaknya kelemahan dari UUD 1945. Di antaranya, membuka peluang bagi penguasa rezim orde baru untuk melakukan penafsiran-penafsiran yang bertujuan melanggengkan kekuasaan,” jelas Fajar.
Sejarah dunia sudah membuktikan kejatuhan dari rezim-rezim yang terlalu lama berkuasa di berbagai negara. Selain di Indonesia pada masa Soeharto, belum lama ini misalnya rezim Husni Mubarak di Mesir yang baru saja dijatuhkan dari kekuasaannya. Selain itu, Libya pun tengah bergolak karena permintaan rakyat Libya agar Muamar Khadafi lengser sebagai pemimpin yang berkuasa selama 42 tahun.
“Reformasi politik 1998 di Indonesia kemudian meniscayakan reformasi konstitusi karena konstitusi dianggap memiliki kelemahan. Ada adagium mengatakan, tidak ada reformasi politik tanpa reformasi konstitusi. Sebab konstitusi menjadi pedoman dalam mengatur negara,” imbuh Fajar.
Amandemen UUD 1945 yang terjadi pada 1999 memunculkan beberapa hal penting. Misalnya, kewenangan-kewenangan Presiden direduksi, karena pada UUD 1945 sebelum diamandemen cenderung Presiden memiliki kewenangan luar biasa. DPR juga diperkuat, dan sebagainya.
“Banyak sekali perubahan mendasar, termasuk berubahnya struktur ketatanegaraan kita. Dulu kita mengenal MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sekarang tidak lagi. MPR menjadi lembaga tinggi negara, seperti halnya Presiden, MK, MA dan lainnya,” ungkap Fajar.
Hingga akhirnya dibentuk MK Republik Indonesia, 13 Agustus 2003, yang dikenal memiliki wewenang utama melakukan judicial review atau pengujian UU terhadap UUD. Selain melakukan pengujian UU, Mahkamah Konstitusi juga berwenang memutus sengketa antara lembaga negara, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus sengketa hasil pemilihan umum, termasuk di dalamnya sengketa pemilihan kepala daerah.
Selain itu, MK Republik Indonesia berkewajiban memutus pendapat DPR terkait dengan usul pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, apabila melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan maupun tindak pidana berat lainnya, sesuai Pasal 10 Ayat (2) UU MK. (Nano Tresna A./mh)