Konstitusionalitas Pengisian Jabatan Ketua DPRD Diujikan Wakil Ketua DPRD Kab. Kupang
Rabu, 30 Maret 2011
| 16:34 WIB
Pemohon prinsipal Anthon Melkianus Natun yang juga pimpinan DPRD Kabupaten Kupang dalam sidang lanjutan terhadap pengujian ketentuan Pimpinan DPRD dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), Rabu (30/3), di Ruang sidang panel Gedung MK.
Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan terhadap pengujian ketentuan Pimpinan DPRD dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (30/3), di Gedung MK. Perkara yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 21/PUU-IX/2011 ini dimohonkan oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Kupang Anthon Melkianus Natun.
Tanpa didampingi kuasa hukum, Anthon memaparkan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran Majelis Hakim Panel pada sidang sebelumnya. “Kami telah memperbaiki beberapa hal yang termuat dalam kesimpulan dan provisi. Kemudian kami juga mengubah petitum,” jelasnya.
Menanggapi perbaikan yang dilakukan Pemohon, Ketua Panel Hamdan Zoelva menyatakan akan menyampaikan hasil sidang panel tersebut kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). “RPH nantinya yang akan menentukan perkara ini dilanjutkan ke sidang pleno untuk mendengarkan Pemerintah, DPR, atau Ahli/Saksi Pemohon. Tergantung pada RPH, jadi Saudara tinggal menunggu panggilan sidang selanjutnya,” jelasnya
Dalam pokok permohonannya, Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 354 ayat (2) UU MD3. Pasal 354 ayat (2) menyatakan bahwa “Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota”. Menurutnya, Pasal a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3).
Pasal 354 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 menurut Pemohon mengandung multitafsir. UU No.52 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Sabu Raijua diundangkan pada tanggal 26 November atau 5 (lima) bulan sebelum pemungutan suara anggota legistatif tahun 2009 di Kabupaten kupang. Secara fakta dan yuridis, penetapan Daerah Pemilihan (Dapil) dan alokasi kursi hingga penetapan Daftar calon Tetap (DCT) anggota DPRD Kabupaten Kupang periode 2009-2014 terjadi sebelum diundangkannya UU No.52 Tahun 2008. Maka penerapan UU Nomor 52 Tahun 2008 yang berlaku secara surut itulah, merugikan Pemohon.
Dari hasil Pemilu pada 9 April 2009, Pemohon menduduki peringkat ketiga dari jumlah perolehan suara dengan jumlah kursi sama dengan Partai Demokrat. Pasal 354 ayat (2), lanjut Anthon, memungkinkan pengisian Kursi Pimpinan DPRD secara berlaku surut dan membuka peluang penafsiran penetapan pimpinan DPRD dapat diganti dalam satu periode dengan Partai Politik yang berbeda apabila partai politik yang sementara menempati unsur pimpinan DPRD terjadi pengurangan jumlah kursi karena pengalihan kursi ke daerah pemilihan yang telah menjadi Kabupaten Otonom yang terbentuk sebelum Pemilu Tahun 2009. Ada kekeliruan penafsiran di daerah Pemohon terhadap pasal a quo yang merugikan Pemohon.
Oleh karena itu, dalam petitum provisinya, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim MK memerintahkan kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur apabila proses dari Lembaga DPRD Kabupaten Kupang tetap dilanjutkan sepanjang proses pengujian UU ini berlangsung agar menunda atau tidak menerbitkan Surat Keputusan pengisian kursi Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kaupang setidak-tidaknya sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo yang mempunyai kekuatan hukum tetap. “Selain itu, menyatakan Pasal 354 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 sepanjang ditafsirkan perolehan kursi terbanyak berdasarkan penetapan Perolehan Kursi Partai Politik setelah dialihkan dalam hal terjadi pembentukan Kabupaten/Kota sebelum Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tandasnya dalam sidang pendahuluan. (Lulu Anjarsari/mh)