Mahasiswa FH Unika Sugia Pranata Semarang Kuliah Konstitusi di MK
Rabu, 30 Maret 2011
| 12:00 WIB
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati didampingi moderator Hardiyo selaku Pembantu Dekan II FH Unika Sugia Pranata memberikan kuliah singkat kepada para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unika Sugia Pranata, Semarang, yang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (30/3) siang di lantai 4 Gedung MK.
Jakarta, MKOnline - Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menerima kunjungan para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Unika Sugia Pranata, Semarang, Rabu (30/3) siang di lantai 4 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan itu, Maria menjelaskan secara gamblang wewenang utama MK yakni menguji UU terhadap UUD serta wewenang MK lainya. Selain itu Maria mengungkapkan, latar belakang dibentuknya MK.
“Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD 1945,” ungkap Maria mengenai dasar pengujian UU terhadap UUD, seperti tercantum dalam Pasal 50 UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Terkait wewenang MK menguji UU terhadap UUD, Maria menuturkan sejarah terjadinya pengujian undang-undang atau judicial review di dunia, yang dilatarbelakangi Kasus Marbury vs Madison yang mencakup pembatalan ketentuan terkait pengangkatan hakim (judiciary Act. 1789). Kasus itu pun jadi dasar kewenangan judicial review Supreme Court Amerika Serikat.
Selanjutnya muncul gagasan cemerlang dari Hans Kelsen hingga terbentuknya MK Austria pada 1920. Gagasan Kelsen, agar ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat dijamin pelaksanaannya, diperlukan organ yang menguji suatu produk hukum bertentangan atau tidak dengan konstitusi.
Sedangkan di Indonesia, gagasan munculnya pengujian undang-undang sebenarnya sudah sejak masa perjuangan, dicetuskan Moh. Yamin agar membentuk Balai Agung (semacam Mahkamah Agung) untuk diberi wewenang membandingkan undang-undang. Namun usul Yamin tidak disetujui Soepomo karena UUD 1945 tidak menganut trias politica dan belum banyak sarjana hukum yang memiliki pengalaman itu.
Tahun 1970 ada usulan Ikatan Sarjana Hukum agar Mahkamah Agung diberi wewenang menguji undang-undang, namun hal itu pun belum terwujudkan. Selanjutnya melalui Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 pada Pasal 5 Ayat 91) disebutkan “MPR berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 …” Tetapi dasar hukum ini pun belum memunculkan lembaga baru untuk menguji undang-undang.
Barulah setelah terjadi perubahan UUD 1945, tepatnya 13 Agustus 2003 MKRI dibentuk dan memiliki kewenangan seperti telah disebutkan sebelumnya. Selain itu MKRI memiliki kewenangan lainnya, yakni memutus sengketa kewenangan lembaga negara dan memutus pembubaran parpol.
“Ditambah satu kewajiban MKRI yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD,” ungkap Maria yang didampingi moderator Hardiyo selaku Pembantu Dekan II FH Unika Sugia Pranata, Semarang. (Nano Tresna A./mh)