Jakarta, MKOnline - Birokrasi di Indonesia bisa dikatakan lamban dan menghambat. Urusan-urusan kecil pun, birokrasinya susah. “Jadi kalau ada urusan, mapnya dibiarkan bertumpuk. Barulah kalau ada yang kasih uang, map yang di bawah bisa naik ke atas, untuk didahulukan. Itu pun di meja berikutnya, lain lagi,” ungkap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD sebagai pembicara dalam Seminar Nasional "Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Kesejahteraan Rakyat" di DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (24/3) yang diselenggarakan PDI Perjuangan.
Persoalan kedua, lanjut Mahfud, masalah Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang masih sering terjadi di Indonesia dan perlu mendapat perhatian serius untuk memberantasnya. Sedangkan persoalan ketiga adalah soal sinergitas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta antara pemerintah pusat dengan pemerintah pusat itu sendiri.
“Seperti misalnya, ada proyek jalan tol yang pembangunannya macet dan tersendat-sendat karena ditentang sebuah keluarga yang tanahnya tidak mau dibebaskan. Penanggung jawab jalan tol itu tidak mau mengambil keputusan, hanya karena takut dianggap melanggar HAM,” imbuhnya.
Padahal anggapan melakukan pelanggaran HAM terkait proyek jalan tol tersebut, ujar Mahfud, kalau ditilik dari segi konstitusi, masalah HAM itu bisa ‘dikurangi’ atau bisa ‘diambil’ berdasarkan undang-undang.
“Asalkan tidak sewenang-wenang, karena sudah ada aturannya. Misalnya, bagaimana cara pengadaan tanah untuk proses pembangunan maupun bila terjadi sengketa,” ucap Mahfud di hadapan para hadirin.
Menurut Mahfud, hukum sudah memberi jalan terhadap persoalan-persoalan teknis semacam itu, jadi jangan sampai menghambat dan tidak ada kepastian hukum dengan banyak terjadi KKN. Akibatnya, hal ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
“Dari yang 5-6 persen, padahal potensi pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa mencapai 7-8 persen,” kata Mahfud.
Sementara itu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebelum membuka resmi
Seminar Nasional "Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Kesejahteraan Rakyat" itu mengungkapkan soal program transportasi di Indonesia saat ini. "Mengenai transportasi mohon maaf, tidak jelas mau kemana ini," ujar Mega.
Menurut Mega, pemerintah seharusnya bertindak konkret bukan hanya menjabarkan rencana program bidang transportasi. Ia kemudian mencoba mengingatkan kembali masa kepemimpinannya saat menjadi presiden. Ia mengklaim koordinasi dengan Menteri Perhubungan dan Kementerian terkait terus dilakukan untuk membangun sistem transportasi yang terintegrasi. "Sekarang harus ada political will, putusan yang konkret,” tandas Mega. (Nano Tresna A./mh)