Jakarta, MKOnline - Kepala Komisi Hubungan Yudisial Amerika Serikat Oscar Lane mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam rangka membahas mengenai pengembangan hukum dan independensi lembaga peradilan, Senin (21/3), di Gedung MK. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dengan didampingi oleh Panitera Kasianur Sidauruk serta Kepala Biro Humas MK Noor Sidharta.
“Saya diminta oleh Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat untuk membangun kerja sama dengan para hakim dari seluruh negara. Kemudian ada tujuan lain, yakni mengembangkan supremasi hukum dan membahasa mengenai independensi peradilan,” jelas Oscar.
Dalam kesempatan itu, Janedjri memperkenalkan MK dengan gamblang. Janedjri menjelaskan bahwa MK merupakan produk hasil amendemen UUD 1945 pada 1999 – 2002 sebagai lembaga pelaku kekuasaan kehakiman setara dengan Mahkamah Agung. Berdasarkan amanat UUD 1945, MK memiliki empat kewenangan, di antaranya memutus pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik serta memutus sengketa hasil perselisihan pemilihan umum.
“Dalam melaksanakan kewenangannya, MK berpegang pada prinsip hukum progresif untuk mengakkan keadilan substantif. Misalnya saja, dalam penyelesaian sengketa Pemilukada, MK hanya diberi kewenangan untuk memutus hasil penghitungan suara, namun jika ditemukan dalam persidangan pelanggaran yang sistematis, terstruktur dan masif, maka MK bisa membatalkan hasil Pemilukada. Sementara contoh lain dalam pengujian undang-undang, misalnya Pemohon hanya meminta pembatalan satu pasal, akan tetapi jika hakim melihat pasal tersebut berkaitan dengan pasal lain dalam undang-undang tersebut, maka hakim akan membatalkan pasal yang berkaitan tersebut juga,” paparnya.
Menanggapi penjelasan Janedjri, Oscar menanyakan mengenai para pemohon yang bisa mengajukan perkara ke MK. Tak hanya itu, Oscar pun menanyakan mengenai persidangan MK dibuka ruang diskusi. “Dalam persidangan di MK, apakah para pemohon hanya mengajukan keterangan tertulis atau hakim membuka peluang untuk adanya forum diskusi dalam persidangan?” tanya Oscar.
Janedjri mengemukakan bahwa Pemohon tak hanya dapat memberikan argumentasi mengenai permohonannya, tetapi juga dapat menghadirkan saksi ataupun ahli terkait dengan perkara yang diajukan. “MK juga mengundang Pemerintah dan DPR agar masing-masing bisa mengemukakan pendapat dan argumentasi masing-masing,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu pula, Janedjri mengundang perwakilan dari Amerika Serikat untuk hadir dalam simposium internasional yang akan diadakan oleh MK pada Juli 2011 mendatang. Menurut Janedjri, simposium yang mengangkat tema “Constitutional Democratic State” itu diselenggarakan untuk menjalin sinergitas antara lembaga negara dalam menjalankan demokrasi yang berlandaskan hukum.
“Latar belakang penyelenggaraan simposium internasional ini karena masih adanya pertanyaan dari DPR terutama mengenai beberapa produk hukum buatan DPR yang dibatalkan MK. Mereka bertanya bagaimana bisa produk hasil pemikiran 562 orang perwakilan yang dipilih langsung oleh rakyat dibatalkan hanya oleh sembilan hakim. Untuk itulah, diadakan pertukaran pemikiran antarnegara melalui simposium internasional mendatang. Kami juga akan meminta permohonan Presiden RI juga bersedia menjadi pemakalah dalam simposium ini,” tandas Janedjri. (Lulu Anjarsari/mh)