Jakarta, MKOnline - Segenap pelajar SMK Imtaq Darurrahim Cakung, Jakarta Timur, mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (17/3) siang. Kedatangan mereka diterima Peneliti MK, Fajar Laksono, yang bertujuan untuk memahami lebih jauh pola kerja MK, wewenang dan kewajiban MK, serta melihat secara langsung persidangan MK.
Tak sepertinya biasa, yang pada awal pertemuan dipaparkan materi mengenai MK oleh pembicara, namun pada pertemuan itu langsung diadakan forum tanya jawab. Menurut Fajar, didahulukannya ajang tanya jawab, agar suasana lebih hidup dan informasinya pun up to date.
“Silahkan kalau ada yang ingin menanyakan berbagai hal mengenai MK, saya akan tampung dan jelaskan,” ungkap Fajar kepada mereka yang hadir, baik guru-guru dan para pelajar SMK Imtaq Darurrahim Cakung.
Mengawali pertemuan itu, seorang guru menanyakan perihal impeachment terkait kewajiban MK. Dijelaskan Fajar, MK berkewajiban memutus pendapat DPR terkait dengan usul pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, apabila melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan maupun tindak pidana berat lainnya, sesuai Pasal 10 Ayat (2) UU MK.
“Jangan sampai apa yang dialami Gus Dur terulang lagi di masa mendatang. Gus Dur diturunkan dari kursi kepresiden karena alasan politis, karena beliau tidak disukai oleh MPR,” ujar Fajar.
Selanjutnya, menanggapi pertanyaan adanya anggapan hakim MK akan memihak karena tekait partai politik tertentu, menurut Fajar, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun, hakim kostitusi di MK adalah independen, tidak bisa dipengaruhi pihak mana pun dalam pengambilan keputusan. Ia harus mampu bersikap adil, memiliki integritas dan kepribadiaan yang tidak tercela maupun sebagai negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
“Terbukti dengan apa yang terjadi saat Pak Mahfud memimpin sidang sengketa PHPU Jatim yang melibatkan orang-orang dari Partai PKB, beliau tetap adil dan netral memberikan keputusan,” ujar Fajar lagi.
Demikian pula saat Hakim Konstitusi Akil Mochtar saat memimpin sidang perkara yang melibatkan orang-orang dari Partai Golkar, Akil tetap bertindak adil, profesional dan bijaksana dalam persidangan tersebut.
Dalam kesempatan itu pula, seorang pelajar SMK Imtaq Darurrahim Cakung mempertanyakan keberadaan hukum di Indonesia, bahwa hukum di Indonesia terkesan tidak tegas dan dapat diperjual-belikan. Mengenai hal ini, Fajar menjelaskan sebetulnya yang terjadi bukanlah hukum di Indonesia yang tidak tegas, namun justeru aparat penegak hukumnya yang tidak tegas.
“Sudah menjadi rahasia umum, hukum di Indonesia dapat diperjual-belikan oleh oknum penegak hukum. Maka tak mengherankan, kini cukup banyak para makelar kasus atau ‘markus’ yang berkeliaran di mana-mana,” kata Fajar prihatin.
Bahkan ironisnya, lanjut Fajar, penanganan pelaku tindak korupsi yang jumlahnya triliunan rupiah bisa berlarut-larut hingga bertahun-tahun. Berbeda dengan kasus-kasus ringan seperti pencurian, paginya melakukan tindak kriminal maka sorenya si pelakunya bisa ditangkap. Hal ini menunjukkan kondisi peradilan di Indonesia yang memprihatinkan.(Nano Tresna A./mh)