Hak Konstitusional Dirugikan, Pimpinan DPRD Kab. Kupang Uji UU MD3
Rabu, 16 Maret 2011
| 18:25 WIB
Pimpinan DPRD Kab. Kupang, Anthon Melkianus Natun mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK),Rabu (16/3).
Jakarta, MKOnline - Pimpinan DPRD Kab. Kupang Anthon Melkianus Natun mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang menggelar sidangnya pada Rabu (16/3), di ruang Sidang panel MK. Sidang perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 21/PUU-IX/2011 ini mengagendakan pemeriksaan pendahuluan.
Anthon tanpa diwakili kuasa hukumnya merasa hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 354 ayat (2) UU MD3. Pasal 354 ayat (2) menyatakan bahwa “Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota”. Menurutnya, Pasal a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3).
“Pasal 354 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 menurut Pemohon mengandung multitafsir. UU No.52 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Sabu Raijua diundangkan pada tanggal 26 November atau 5 (lima) bulan sebelum pemungutan suara anggota legistative tahun 2009 di Kabupaten kupang. Secara fakta dan yuridis, penetapan Daerah Pemilihan (Dapil) dan alokasi kursi hingga penetapan Daftar calon Tetap (DCT) anggota DPRD Kabupaten Kupang periode 2009-2014 terjadi sebelum diundangkannya UU No.52 Tahun 2008. Maka penerapan UU Nomor 52 Tahun 2008 yang berlaku secara surut itulah, merugikan Pemohon,” jelasnya.
Menurut Anthon, dari hasil Pemilu pada 9 April 2009, Pemohon menduduki peringkat ketiga dari jumlah perolehan suara dengan jumlah kursi sama dengan Partai Demokrat. Pasal 354 ayat (2), lanjut Anthon, memungkinkan pengisian Kursi Pimpinan DPRD secara berlaku surut dan membuka peluang penafsiran penetapan pimpinan DPRD dapat diganti dalam satu periode dengan Partai Politik yang berbeda apabila partai politik yang sementara menempati unsur pimpinan DPRD terjadi pengurangan jumlah kursi karena pengalihan kursi ke daerah pemilihan yang telah menjadi Kabupaten Otonom yang terbentuk sebelum Pemilu Tahun 2009. “Ada kekeliruan penafsiran di daerah kami terhadap pasal a quo yang merugikan Pemohon,” ujarnya.
Oleh karena itu, dalam petitum provisinya, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim MK memerintahkan kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur apabila proses dari Lembaga DPRD Kabupaten Kupang tetap dilanjutkan sepanjang proses pengujian UU ini berlangsung agar menunda atau tidak menerbitkan Surat Keputusan pengisian kursi Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kaupang setidak-tidaknya sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo yang mempunyai kekuatan hukum tetap. “Selain itu, menyatakan Pasal 354 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009 sepanjang ditafsirkan perolehan kursi terbanyak berdasarkan penetapan Perolehan Kursi Partai Politik setelah dialihkan dalam hal terjadi pembentukan Kabupaten/Kota sebelum Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” jelasnya.
Menanggapi permohonan Pemohon, Ketua Majelis Hakim Panel Hamdan Zoelva menyarankan agar Pemohon menyempurnakan format permohonannya dengan melihat pada contoh-permohonan yang masuk ke Kepaniteraan MK. “ Hampir 90% dari permohonan Pemohon berisi penjelasan tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, padahal seharusnya yang diutamakan adalah alasan-alasan Pemohon mengapa Pasa 354 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan melanggar hak konstitusional Pemohon. “Yang terpenting dari legal standing, Pemohon adalah perseorangan warga negara. Kemudian, Pemohon menjelaskan hak konstitusionalnya yang dirugikan. Pemohon harus menjelaskan bagaimana Pasal 354 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945,” paparnya.
Sementara itu, Hakim Konstititusi M. Akil Mochtar menjelaskan agar Pemohon mempertajam permohonannya. Menurut Akil, kasus mengenai pergeseran Pemohon sebagai pimpinan DPRD yang tergeser akibat adanya UU Nomor 52 Tahun 2008 merupakan pintu masuk dalam pengujian undang-undang yang dimohonkan Pemohon. “Biar bagaimanapun MK menguji norma, kasus konkret yang Saudara (Pemohon, red.) alami bisa dijadikan pintu masuk. Saudara harus menguraikan kerugian akibat UU Nomor 52 Tahun 2008 berlaku surut terhadap kedudukan saudara sebagai pimpinan DPRD Kabupaten Kupang,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)