Jakarta, MKOnline - Negara, ditilik dari teori perjanjian sosial, merupakan institusi yang didirikan oleh orang-orang yang bersepakat mendirikan negara melalui sebuah kontrak sosial. Dengan kata lain, negara merupakan produk kontrak sosial.
“Tujuan utamanya adalah agar negara yang dibangun melalui kontrak tersebut, dapat menjaga dan menciptakan keselamatan rakyat,” ungkap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat menjadi pembicara dalam Munas X Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injil Indonesia (PGLI), Rabu (16/3) siang di Golden Boutique, Jakarta.
Teori perjanjian sosial pada prinsipnya menegaskan beberapa hal, pertama bahwa negara berdiri atas sebuah kesepakatan sosial yang luhur dari warganya melalui mekanisme politik yang disepakati. Dalam konteks Indonesia, negara dibentuk untuk melindungi dan menyejahterakan bangsa, demikian dimuat dalam konstitusi.
“Selain itu, terlepas baik atau buruknya materi konstitusi, ia tetaplah dokumen pendirian negara yang mutlak harus dipatuhi dan dilaksanakan,” ujar Mahfud yang didampingi pembicara lainnya, Jakob Tobing.
Mahfud menguraikan pula mengenai pengertian konstitusi, berasal dari bahasa Perancis, “constituer” dan bahasa Inggris, “constitution”. Sedangkan dalam bahasa Belanda adalah “constitue”. Istilahnya memang berbeda-beda tetapi bermuara pada arti sama, yakni pembentukan, penyusunan, atau pernyataan akan suatu negara.
“Konstitusi dipahami merupakan dasar pertama dan utama pembentukan serta penyelenggaraan suatu negara. Tidak ada satu pun negara yang mengaku dirinya sebagai negara, apalagi negara hukum modern, mengaku bernegara tanpa konstitusi,” papar Mahfud.
Demikian pula Indonesia yang memiliki UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis. UUD 1945 dirumuskan BPUPKI dan disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 sebagai kristalisasi ide tentang negara, terutama akomodasi terhadap gagasan-gagasan yang muncul pada masa persiapan jelang berdirinya negara Indonesia.
Dalam UUD 1945 terkandung unsur-unsur ideologi dan instrumen untuk menegakkannya, antara lain dasar negara Pancasila; negara Indonesia adalah negara kesatuan; kedaulatan adalah di tangan rakyat; negara Indonesia adalah negara hukum; negara menjamin dan menghormati hak-hak asasi manusia; negara menciptakan kesejahteraan sosial bagi rakyatnya.
Lebih lanjut Mahfud menerangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi salah satu pilar dalam berbangsa, di samping tiga pilar lainnya yaitu Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Jika empat pilar itu digali lebih dalam lagi maknanya, akan menghasilkan empat hal yang menyokong terealisirnya kesejahteraan bangsa. “Pertama, siapa pun orangnya, apa pun jabatannya sekarang di negara ini, berkewajiban menjaga keutuhan dan kesatuan NKRI,” ujar Mahfud.
Kedua, proses membangun negara ini berdasarkan demokrasi yang harus diimbangi dengan nomokrasi atau kedaulatan hukum. Cara pengambilan keputusan yang demokratis namun melanggar hukum, bisa dibatalkan oleh proses hukum. Ketiga, negara dan masyarakatnya wajib membangun keadilan dan kesejahteraan sosial, tidak boleh mementingkan diri sendiri.
“Keempat, toleransi beragama yang diatur dalam UUD 1945 maupun Konvensi Internasional. Indonesia bukanlah negara agama, sehingga tidak dapat memberlakukan hukum agama. Selain itu, negara melindungi kehidupan beragama, bukanlah memberlakukan agama. Inilah yang disebut toleransi beragama,” tandas Mahfud. (Nano Tresna A./mh)