Jakarta, MKOnline - Segenap mahasiswa National University Singapore berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (9/3) siang. Kedatangan mereka yang diterima langsung oleh Hakim Konstitusi Harjono, bertujuan mengenal lebih dekat dengan MK, mulai dari persidangan MK, pola kerja dan hal-hal lainnya terkait MK. Termasuk juga mendengarkan kuliah singkat dari Harjono mengenai konstitusi di Indonesia.
Saat membuka pertemuan itu, Harjono menjelaskan sekilas sejarah konstitusi Indonesia, latar belakang berdirinya MK termasuk wewenang maupun kewajiban MK. Dijelaskan Harjono, sejarah konstitusi Indonesia mengalami pasang surut yang cukup panjang. Terjadi tiga kali pergantian konstitusi mulai UUD 1945, UUD RIS, kemudian UUDS 1950.
Sejak dirumuskan pada 1945 sampai 1959, masalah konstitusi menjadi salah satu fokus perdebatan antarkelompok bangsa yang sampai satu titik di forum konstituante (1956-1959).
Dalam perkembangan konstitusi di Indonesia selama bertahun-tahun, maka terjadilah amandemen ataupun perubahan UUD 1945 yang sedemikian signifikan.
Perubahan UUD 1945 itu terjadi pada 1999 berhasil membahas dua hal yaitu pembatasan kekuasaan Presiden dan pemberdayaan DPR, sampai muncul gagasan membentuk Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia.
Hal itu bermula dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh MPR pada 2001, sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.
Sesudah disahkan Perubahan Ketiga UUD 1945, dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.DPR dan Pemerintah. Setelah itu membuat RUU mengenai Mahkamah Konstitusi, hingga akhirnya dibentuk Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), 13 Agustus 2003.
Harjono menjelaskan pula, MKRI memiliki kewenangan menguji UU terhadap UUD 1945. memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum termasuk pemilukada. Ditambah satu kewajiban MKRI yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD. (Nano Tresna A./mh)