Jakarta, MKOnline - Kalau terjadi sengketa antara Presiden dengan warga negara, hal itu bukan merupakan wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan sengketa tersebut. Sengketa antara Presiden dengan warga negara pada umumnya sengketa mengenai hukum di bawah UUD. Misalnya, tanah seorang penduduk diambil oleh negara. Oleh sebab itu, persoalan tersebut tidak berkaitan dengan masalah konstitusional.
“Yang paling mungkin menjadi masalah konstitusional adalah sengketa antara Presiden dengan lembaga negara yang lain. Misalnya, DPD pernah menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena DPR dan Presiden menetapkan anggota BPK tanpa melibatkan DPD,” jelas Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menjawab pertanyaan mahasiswa IKIP Veteran Semarang yang berkunjung ke MK, Rabu (9/3) siang.
Dalam kesempatan itu pula, mahasiswa lainnya dari IKIP Veteran Semarang menanyakan perlu tidaknya dilakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945 dalam situasi kondisi bangsa Indonesia saat ini. Menanggapi pertanyaan ini, Fadlil mengatakan bahwa amandemen UUD dilakukan oleh pembentuk konstitusi.
“Lembaga negara yang membuat, mengubah, menetapkan UUD adalah MPR. Sedangkan lembaga negara yang menafsirkan UUD adalah Mahkamah Konstitusi. Sama dengan Presiden yang membuat UU, sedangkan MA mengadili sengketa yang timbul dari pelaksanaan UU,” ujar Fadlil. Dengan demikian, lanjut Fadlil, perlu tidaknya dilakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945, bergantung dari MPR dan bukan bergantung kepada Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut Fadlil menerangkan keberadaan lembaga negara di Indonesia, sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945. Sebelum perubahan UUD, MPR adalah pelaku kedaulatan rakyat dan lembaga negara tertinggi. Sesudah perubahan UUD, adanya Supremasi Hukum dan Konstitusi sebagai hukum tertinggi, serta kedudukan lembaga negara sederajat.
Selain itu Fadlil menguraikan mengenai Kekuasaan Kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menjalankan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan. Pelaku Kekuasaan Kehakiman di Indonesia adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, selain juga Mahkamah Konstitusi.
Kemudian mengenai Kekuasaan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat terhadap perkara: menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu dan memutus pendapat DPR terkait dengan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan.
Selanjutnya, sambung Fadlil, yang menjadi peran Mahkamah Konstitusi adalah menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil berdasarkan konstitusi (the guardian of constitution), melakukan penafsiran terhadap konstitusi (the judicial interpreter of the constitution), melaksanakan prinsip check dan balances, serta menjamin perlindungan hak-hak konstitusional. (Nano Tresna A.)