Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) – Perkara No. 9/PUU-IX/2011 - pada Selasa (8/3) pukul 13.30 WIB di ruang sidang MK. Agenda sidang adalah pemeriksaan perbaikan permohonan. Majelis Hakim terdiri atas Ahmad Fadlil Sumadi, M. Alim dan Harjono.
Namun ternyata Pemohon bernama Moh. Riyadi Setyarti mengalami sakit melalui surat resmi kepada Majelis Hakim MK. “Oleh sebab itu sidang kami tunda dalam waktu yang ditentukan,” ungkap Hakim Ahmad Fadlil Sumadi.
Seperti diketahui, pada sidang sebelumnya (24/1), Pemohon Moh. Riyadi Setyarti dan Rasma AW memohonkan pengujian UU TNI, Pasal 3 Ayat (2) mengenai hubungan koordinasi antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Pemohon di atas menganggap Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan”, merugikan dirinya sebagai warga negara. Pasal lain yang dianggap berkaitan dengan pasal di atas adalah Pasal 15 Ayat (7), (8), dan (9), Pasal 66 Ayat (2), Pasal 67, dan Pasal 68 Ayat (2) UU tersebut.
Riyadi bersidang tanpa didampingi pengacara. Ia mengaku masih mencari pengacara yang tepat. Panel Hakim sendiri yang diketuai Ahmad Fadlil Sumadi, dengan didampingi Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim, meminta Pemohon sebaiknya didampingi kuasa hukum agar permohonannya dapat disampaikan lebih sistematis dan terstruktur. “UU yang dimohonkan juga sangat urgen,” kata Hamdan.
Saat memberikan penjelasan, Pemohon mengaku kehadiran pasal-pasal yang dia ujikan berpotensi memberi peluang dan kesempatan kepada orang asing mencuri hasil bumi di perairan Indonesia. “Ada peningkatan ancaman kepada bangsa Indonesia karena penyelundupan bahan peledak dengan adanya pasal ini. Selain itu, kalau TNI di bawah Dephan, melanggar Pasal 10 UUD 1945. Seharusnya seperti Pasal 10, yakni TNI di bawah Presiden,” kata Riyadi. Pasal 10 UUD 1945 berbunyi “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.
Pemohon menambahkan, karena di bawah Dephan, perlindungan terhadap warga negara menjadi berkurang. Untuk itu, dalam petitumnya, ia meminta agar MK memutuskan pasal-pasal yang dimohonkan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.Setelah mendengar penjelasan lisan Pemohon, hakim Hamdan Zoelva meminta Pemohon agar memelajari baik-baik contoh-contoh permohonan yang selama ini diajukan ke MK. Sebab, secara format permohonan Pemohon dinilai tidak jelas apa yang dimohonkan, serta tidak jelas pula kerugian yang dideritanya. (Nano Tresna A.)