Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Pasal 6 dan Pasal 25), Rabu (2/3). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan perbaikan permohonan Pemohon.
Panel Hakim diketuai Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati yang didampingi Hakim Konstitusi Harjono dan Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar selaku anggota. Pada persidangan kedua itu pihak yang hadir hanya Kuasa Hukum Pemohon saja, yaitu Muchtar Pakpahan, Gusmawati Azhar, Hotmaraja B. Nainggolan, Saut Pangaribuan, dan James Simanjuntak.
Kuasa Hukum Pemohon, Muchtar Pakpahan memberikan keterangan mengenai perbaikan yang telah dilakukan Pemohon. Pakpahan mengatakan perbaikan pertama, yaitu Pemohon berpendapat bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. Ia juga mengatakan, sesuai Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang dijelaskan melalui pengaturannya di UU Nomor 40 Tahun 2004, bahwa jaminan sosial itu meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Kemudian, Pemohon menganggap UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diperintahkan Undang-Undang Dasar untuk dirubah paling lambat sejak tanggal 19 Oktober 2009, tidak mencantumkan adanya jaminan pensiun. “Berarti bertentangan dengan hakekat jaminan sosial yang diatur pada Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Pakpahan.
Pemohon juga menganggap adanya perbedaan mengenai status Jamsostek. Pasalnya, menurut Pasal 32 UUD 1945 melalui pengaturannya diminta agar jaminan badan penyelenggara jaminan sosial atau BPJS Jamsostek itu dia harus badan yang nirlaba, gotong-royong, dana amanat, dan dananya sebanyak-banyaknya dipergunakan untuk kesejahteraan peserta. Sedangkan, menurut UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dinyatakan bahwa Jamsostek merupakan BUMN. Sebagai BUMN, Jamsostek notabene mencari laba. “Berdasarkan dua pasal ini, maka Undang-Undang Jamsostek bertentangan dengan Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945,” tandas Pakpahan di akhir keterangannya.
Di akhir persidangan, Maria Farida Indrati mengingatkan Pemohon agar perlu dipertimbangkan petitum yang diajukan. “Jadi petitum nomor 2 dan nomor 4 tentunya tidak bisa kita berikan. Karena kita (MK, red) tidak boleh memerintahkan lembaga yang lain, kecuali lembaga-lembaga yang ada dalam golongan kami, dan memerintahkan presiden karena presiden tidak melaksanakan undang-undang. Itu juga bukan kewenangan kami (MK) tentunya,” ujar Maria. (Yusti Nurul Agustin/mh)