Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi bersifat pasif dalam menangani perkara. MK tidak akan menganjurkan atau meminta sebuah undang-undang untuk diperkarakan atau dibatalkan ke MK. “Penanganan pengujian undang-undang atau perkara lainnya ke MK harus didahului oleh permohonan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan,” demikian ditegaskan oleh Kepala Bagian Administrasi Perkara MK, Muhidin, saat memberikan kuliah singkat kepada 59 orang siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Surakarta, Rabu (2/2) di ruang Diklat Lt. 8 Gedung MK.
Pernyataan Muhidin tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan salah satu peserta, Kris, yang menanyakan bagaimana proses beracara di MK. Muhidin pun lanjut menjelaskan bagaimana tahapan berperkara di MK mulai dari pengajuan permohonan, registrasi perkara hingga pada pembacaan putusan. “Berperkara di MK gratis, tidak dipungut biaya,” imbuhnya.
Selain itu, Muhidin juga menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya MK dan dinamika ketatanegaraan Indonesia pasca perubahan UUD 1945. Ia juga menyampaikan beberapa hal tentang berbagai kemudahan dan fasilitas penunjang yang telah diupayakan MK bagi para pihak yang berperkara di MK, terutama bagi para justiciabelen (pencari keadilan). “MK memiliki (fasilitas) vicon (videoconference) yang dapat dipergunakan untuk menggelar persidangan jarak jauh,” katanya.
Penyampaian materi pun lebih terasa hidup dengan keterlibatan para siswa dalam diskusi. Para siswa tidak hanya mengajukan pertanyaan tetapi juga menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Muhidin. Salah satunya, Lantika, dengan fasih menjawab pertanyaan Muhidin terkait perbedaan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) dengan PP (Peraturan Pemerintah). “Perppu dibentuk oleh Presiden dalam keadaan kegentingan yang memaksa, kalau PP tidak,” jawabnya. “Perppu akan menjadi UU jika disetujui oleh DPR dalam persidangan berikutnya,” sambungnya.
“Bagaimana jika Pemohon menarik kembali permohonannya, padahal sudah atau sedang diperiksa oleh Majelis Hakim?” tanya salah satu peserta, Hana. Muhidin pun menjawab, Pemohon dapat mengajukan permohonan penarikan kembali kepada Majelis Hakim, namun keputusan apakah pemeriksaan perkara tersebut akan dilanjutkan ataukah tidak ada ditangan Majelis Hakim. “Akan dibawa terlebih dahulu ke RPH (Rapat Pemusyawaratan Hakim) untuk diputuskan,” jawab Muhidin. Menurutnya, jika Hakim memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan maka permohonan penarikan kembali ditolak, dan begitu pula sebaliknya.
Rombongan siswa kelas X akselerasi tersebut didampingi oleh delapan guru pendamping. Diantaranya hadir Kepala Sekolah SMAN 3 Surakarta, Ngadiyo dan Sekretaris Program, Zainal Makarim. “Kunjungan ini untuk mengetahui kiprah MK dan untuk menambah serta memperkaya pengetahun siswa,” ungkap Zainal. Pada kesempatan itu, Ngadiyo didapuk sebagai moderator. (Dodi/mh)