Uji UU Pokok Agaria: Penerapan UU terhadap Kasus Kongkrit Bukan Kewenangan MK
Selasa, 01 Maret 2011
| 14:43 WIB
Datang Frans, Kuasa Hukum dari Fince Sondakh (ahli waris Pieter Sondakh) menerima salinan Putusan dari Panitera Mahkamah Konstitusi, Kasianur Sidauruk usai persidangan pembacaan Putusan, Senin (28/2).
Jakarta, MKOnline - Permohonan Fince Sondakh (ahli waris Pieter Sondakh) ditetapkan bukan menjadi kewenangan MK untuk memeriksa lebih lanjut. Ketetapan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-IX/2011 tersebut dibacakan Senin (28/2/2011) pukul 16.00 wib di Gedung MK.
Pokok permohonan Pemohon adalah terkait dengan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 338/Pdt.G/2010/PN.TNG, tanggal 22 Desember 2010 yang mengabaikan dan tidak mempertimbangkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria juncto Pasal 24 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah No. 24/1997.
Setelah MK membahas permohonan Pemohon dengan saksama dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada hari Rabu, 23 Pebruari 2011, ternyata permohonan a quo merupakan penerapan UU terhadap kasus kongkrit, sehingga tidak termasuk kewenangan MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutusnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 junctis Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU 24/2003 tentang MK (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) dan UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076).
“Menetapkan, menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan Pemohon,” kata Ketua MK Moh. Mahfud MD. Ketetapan ini diputuskan delapan hakim konstitusi pada 23 Februari 2011 dan dibacakan oleh tujuh hakim konstitusi dengan panitera pengganti Cholidin Nasir. (Yazid/mh).