Bandung, Pikiran Rakyat (hal 1, 27/2/11).
Masyarakat menjadi aktor potensial untuk menguak kasus penyuapan dan pemerasan yang dilakukan pejabat politik, berbagai kasus penyuapan dan pemerasan yang menjadi isue utama akhir-akhir ini pun berhasil dibongkar karena adanya laporan dari masyarkat.
Demikian dikatakan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, dalam seminar nasional yang bertajuk, “ suap dan pemerasan dalam perspektif moral dan penegakan hukum” yang digelar di hotel panghegar, jalan. Merdeka bandung, sabtu (26/2).
Seminar nasional tersebut digelar oleh Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA Unisi) wilayah Jawa Barat,bekerja sama dengan HU Pikiran Rakyat.
Menurut Busyro, masyarakat yang memiliki kesadaran hukum yang tinggi bisa turut membantudalam penegakan hukum, atas tindak pidana korupsi (tipikor) yang dilakukan pejabat publik.
“Kasus Gayus yang menyuap petugas rumah tahanan(rutan) untuk bepergian ke Bali dan Singapura misalnya, awalnya dibuka bukan oleh penegak hukum, tetapi justru oleh masyarakat dalam hal ini adalah wartawan,”ujarnya.
Ia mengatakan, dari seluruh kasus penyuapan yang masuk ke KPK, kasus yang terbanyak dilaporkan adalah pengadaan barang dan jasa. Projek-projek itu biasanya bersentuhan dengan masyarakat secara langsung, seperti dengan para pengusaha.
Praktik penyuapan ataupun pemerasan dalam projek pengadaan barang dan jasa, kata dai, merugikan negara dan masyarakat. Anggaran pemerintah sendiri 70 persennya bersumber dari pembayaran pajak masyarakat.
“Oleh karena itu, masyarakat berkepentingan dan bisa turut membuka berbagai kasus penyuapan dan pemerasan,”tuturnya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. mengatakan, kasus tipikor paling banyak adalah pencurian uang negara. Menutur dia, modusnya bisa bermacam-macam, misalnya yang paling umum memalsukan kuitansi atau menaikkan harga.
Namun, ada pula pejabat publik yang mencuri uang negara dengan hanya menandatangani surat persetujuan projek. “Akan tetapi, dari nilai projek itu, dia mendapatkan give back (gratifikasi) dari pengusaha karena sudah menyetujui projek. Misalnya, dari nilai projek Rp 10 milyar, maka pejabat itu bisa mendapatkan 3 milyar jika proyek itu gol,”katanya.
Oleh karena itu, kata dia, baik penyuapan dari masyarakat yang berkepentingan terhadap suatu projek maupun pemerasan yang dilakukanpejabat publik, masih menjadi penyakit bersama. Meskipun reformasi hukum sudah berjalan, penegakan hukum atas kasus tipikor belum bisa diperbaikidengan sempurna.
Lindungi pelapor
Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (lpsk) Abdul Haris Semendawai, masyarakat paling diharapkan untuk bisa membuka suatu kasus tipikor. Namun, sistem perlindungan pelapor yang menjadi saksi harus diperkuat.
“Peran saksi dan korban untuk melaporkan terjadinya praktik suap dan pemerasan menjadi kunci untuk menguak terjadinya peristiwa pidana,”katanya.
Dia mengungkapkan, bila masyarakat yang menyaksikan langsung tidak melaporkan, peristiwa itu tidak pernah terungkap, serta pelaku tidak bisa di tuntut untuk bertanggung jawab.
Meskipun demikian, dia mengakui, pelapor sering kali menjadi sasaran balas dendam. Berbagai tindakan dulakukan agar pelapor membungkam, misalnya pemberhentian pekerjaan, pembunuhan karakter, bahkan kekerasan fisik sampai pembunuhan.
Dengan demikian, kata dia, setiap pelapor sebaiknya segera meminta perlindungan ke LPSK. Pelapor pun akan mendaoatkan perlindungan secara fisik.
Pada kegiatan itu dilaksanakan pula pelantikan dan pengukuhan Pengurus IKA Unisi Wilayah Jawa Barat periode 2011-2015. Pengukuhan dan pelantikan dilakukan Mahfud M.D. (A-132/A-160)***