Jakarta, MKOnline - Dalil-dalil mengenai terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif hampir menjadi dalil klise yang diusung dalam permohonan sengketa Pemilukada di MK. Demikian dikatakan Ahli Maruarar Siahaan di hadapan Panel Hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilukada Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Rabu (23/2/2011).
Sidang perkara 20/PHPU.D-IX/2011 perihal permohonan perselisihan hasil Pemilukada Kubar ini dimohonkan oleh pasangan Rama Alexander Asia-H. Abdul Azizs (Raja) cabup/cawabup Kubar no. urut 4. Persidangan dengan agenda pembuktian ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Achmad Sodiki sebagai Ketua Panel, didampingi Anggota Panel Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi. Hadir di persidangan, Pemohon Raja didampingi kuasanya, Robikin Emhas dkk dan Pihak Termohon dihadiri Ketua KPU Kubar Kalvinus Rafael Sumual dan jajarannya, didampingi kuasanya, Laurensius. Sedangkan dari Pihak Terkait, hadir pasangan Ismail Thomas-H. Didik Effendi (THD) beserta tim kuasanya dari Divisi Advokasi Bantuan Hukum Partai Demokrat, Partai Gerindra, PDIP.
Menanggapi permohonan Raja, THD menghadirkan Ahli, yaitu Maruarar Siahaan dan Irman Putra Sidin. Ahli Maruarar Siahaan dalam paparannya mengambil judul “Menguji Pemilukada Kabupaten Kutai Barat dari Pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif dengan Bobot Bukti Berdasarkan Standar Beyond Reasonable doubt”. Menurut Mantan Hakim Konstitusi yang akrab dipanggil Maru, munculnya istilah pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam persidangan di MK bermula dari sengketa Pemilukada Provinsi Jawa Timur. “Semua polanya menggunakan ini untuk memohon agar keputusan KPU dibatalkan” kata Maru.
Oleh karena itu, lanjut Maru, sebagai suatu bentuk yurisprudensi dari Mahkamah Konstitusi, terdapat kebutuhan untuk membuat rumusan mengenai definisi dari ketiga bentuk pelanggaran tersebut. “Apa sih, pelanggaran terstruktur, masif, dan sistematis?” lanjut Maru menyarankan. Menurutnya sesuatu dikatakan masif jika jika dilakukan secara meluas dan komprehensif di seluruh wilayah. Sistematis berarti dilakukan dengan perencanaan yang matang. Sedangkan terstruktur, secara signifikan melibatkan pejabat pemerintahan serta penyelenggara Pemilukada. “Dalil-dalil seperti ini telah menjadi suatu yang hampir klise,” jelasnya.
Pelanggaran terstruktur, sistematif, dan masif berpedoman pada alat bukti dengan bobot beyond reasonable doubt untuk membatalkan keputusan KPU. Sehingga dibutuhkan kehati-hatian dan kearifan untuk menguji dalil dan bukti dengan menggali pengetahuan informasi, motif memberikan kesaksian, hubungan-hubungan dengan pihak berperkara dan cara-cara bersaksi yang menentukan bobot kesaksian, terutama cara perolehan bukti surat, tentu akan mengantar hakim sampai pada putusan yang adil.
Jikalau sebaliknya, Pemilukada dinyatakan mengalami pelanggaran terstruktur, masif, dan sistematis dan dibatalkan tanpa suatu pembuktian yang meyakinkan, berakibat kesalahpahaman di masyarakat. “Akan timbul kesalahpahaman bahwa akhirnya MK-lah yang sesungguhnya menetapkan bupati-wakil bupati, bukan rakyat pemilih,” tegas Maru.
Ahli Irman Putra Sidin dalam presentasinya menyatakan, pemenangan sistematis adalah hal yang wajar-wajar saja selama tidak mengandung pelanggaran yang sistematis pula. Jika terjadi pelanggaran terstruktur dan berimplikasi masif serta signifikan mempengaruhi perolehan suara, maka MK harus tegas membatalkan kemenangan yang telah diraih oleh pasangan calon.
Namun, jelas Irman, konstitusi tidak serta-merta menilai dokumen-dokumen yang dituduh sebagai bagian dari sistematisasi pemenangan adalah sama dengan sistematisasi dalam konteks pelanggaran.“Tentunya sebelum ke tahap tersebut, haruslah bisa dibuktikan bahwa dokumen yang dituduhkan adalah betul milik dari tim kampanye atau dari pasangan calon yang telah dinyatakan sebagai pemenang,” jelas Irman.
Saksi Bantah
Setelah mendengar keterangan, Panel Hakim memeriksa saksi dari Termohon KPU Kubar. Saksi Yosef Daru menerangkan tentang Nomor nomor induk kependudukan (NIK). “Kewenangan pemberian NIK adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,” kata Yosef. Kemudian mengenai selisih DPT dalam Pemilu Presiden dan DPT Pemilukada, jelas Yosep, daftar pemilih yang didata dalam Pemilu Presiden adalah seluruh warga negara RI yang berada di Kubar. “Dari manapun asalnya, asal memenuhi syarat,” jelas Yosep. Sementara, dalam Pemilukada Kubar, yang didata adalah warga Kutai Barat dan warga dari daerah lain yang telah berdomisili di Kubar sekurang-kurangnya 6 bulan. “Pedoman ini sesuai dengan peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2010,” tegasnya.
Saksi Termohon lainnya, Suarto yang merupakan anggota KPU Kubar dan Ketua Koperasi Ika Pakarti Kubar, membantah telah menyebarkan formulir dukungan terhadap peserta rapat untuk mendukung THD. Kemudian saksi Termohon KPU Kubar, Armawis, Ketua PPK Kec. Jempang, juga membantah dalil Pemohon mengenai penambahan DPT di Kampung Muara Tae. ”Tidak benar terjadi penambahan 1.168 pemilih di DPT Kampung Muara Tae,” terang Arwanis.
Saksi Pihak Terkait pasangan THD, Christianus Benny menerangkan seputar surat operasional prosedur pencairan dana RHL untuk kelompok tani di Kubar pada tahun anggaran 2010. Christianus membantah dalil Pemohon mengenai adanya pakta integritas dari kelompok tani untuk mendukung THD, ”Tidak ada fakta integritas yang menceritakan bahwa harus kelompok tani atau menyatakan bahwa kelompok tani tersebut harus mendukung terhap THD” (Nur Rosihin Ana/mh)