Jakarta, MKOnline - Banyak fakta yang menunjukkan, salah satu masalah bagi proses penegakan hukum di Indonesia adalah hubungan antara lembaga dalam penegakan hukum yang kurang sinergis, bahkan saling menyandera dan mengancam.
“Akibatnya terjadi kemacetan, kalaupun berjalan sasarannya menjadi tidak jelas dan justeru muncul ketidak adilan baru,” ungkap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD selaku pembicara dalam Simposium “Hukum dan Keadilan” yang diselenggarakan Dewan Guru Besar UI, Selasa (22/2) siang di Graha Niaga, Jakarta.
Hubungan yang kurang sinergis tersebut dapat terlihat antara Komnas HAM, DPR, Kejaksaan dan Presiden dalam proses hukum dugaan pelanggaran HAM berat, yakni kasus penghilangan orang secara paksa. Komnas HAM telah melakukan penyelidikan yang berujung pada kesimpulan adanya pelanggaran HAM berat. DPR juga telah sampai pada kesimpulan sama, serta merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM ad hoc. Namun hingga saat ini Kejaksaan dan Presiden belum bergerak.
“Dalam kasus pengungkapan mafia pajak, setiap akal sehat pasti melihat bahwa mustahil seorang Gayus Tambunan sebagai pegawai negeri golongan III tanpa jabatan struktural, mampu melakukan sendiri tindak pidana yang demikian besar dan sistematis. Ada kecenderungan lembaga-lembaga yang terkait menjadi tidak proaktif,” papar Mahfud yang didampingi pembicara lainnya, Gayus Lumbuun selaku advokat serta Marwan Effendi dari Kejaksaan.
Lebih ironis lagi, lanjut Mahfud, hubungan antara lembaga pada beberapa kasus juga menunjukkan adanya situasi saling blokade dan saling ancam karena sama-sama mempunyai masalah hukum. Walaupun tidak secara terang benderang dinyatakan di media massa, publik telah dapat merangkai berbagai fakta dan fenomena bahwa sulitnya penuntasan kasus Century, kasus Cicak vs Buaya, kasus Gayus dan lainnya diwarnai situasi tersebut.
Namun demikian, ungkap Mahfud, tidak fair jika menyatakan belum ada upaya yang dilakukan untuk membangun hubungan yang lebih sinergis antara lembaga, dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Pertemuan antara lembaga sesuai dengan tingkatnya masing-masing telah dilakukan. Misalnya, pertemuan antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan beberapa waktu yang lalu.
“Bahkan Presiden juga membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, sebagai pemecah kebuntuan jalan untuk melakukan upaya pemberantasan mafia hukum yang saat ini menjadi salah satu sasaran serangan,” jelas Mahfud. Secara periodik, lembaga-lembaga tinggi negara juga telah melakukan pertemuan untuk dialog dan menyatukan irama langkah tanpa bermaksud mengintervensi wewenang masing-masing yang telah diamanatkan oleh konstitusi.
Tetapi, kata Mahfud, berbagai upaya sinergis itu belum menunjukkan hasil karena masing-masing lembaga dan aparatnya belum memiliki komitmen implementasi yang sama. Selain karena persoalan komunikasi organisasi dan kemampuan menggerakkan organisasi, hal itu terjadi karena belum hilangnya suasana kompetisi tidak sehat, semangat korps yang cenderung negatif, yang mengukuhkan situasi saling blokade.
“Di sini kita sampai pada masalah kepemimpinan yang ternyata kurang mampu menggerakkan lembaga dan aparat yang dimiliki. Kepemimpinan saat ini juga belum memiliki keyakinan yang teguh dan ketegasan memberikan perintah untuk menerobos kebuntuan di lembaganya masing-masing,” pungkas Mahfud. (Nano Tresna A./mh)