Jakarta, MKOnline - Hakim Konstitusi Harjono menerima kunjungan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Lampung, Selasa (22/2). Selain itu, Harjono juga menyampaikan materi terkait demokrasi dan kewenangan MK.
Harjono di hadapan sekitar 200 Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Lampung mengatakan proses berdemokrasi tidak bisa terlepas dari unsur politik dan politisasi pihak-pihak terkait. Dengan politik, seseorang dapat mencapai tujuannya. Karena itu, masih ujar Harjono, diperlukan fungsi kontrol di tataran lembaga negara agar tidak ada yang lebih dominan di antara lainnya.
Ketika sengketa antar lembaga negara muncul, MK mengadili sengketa tersebut lewat persidangan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN). “Dalam rangka membatasi politisasi yang kebablasan itulah MK hadir,” jelas Harjono.
Selain soal SKLN, Harjono juga menjelaskan kewenangan MK dalam memutus sengketa Pemilukada (Pemilihan Umum Kepala Daerah). Harjono menjelaskan, pada awalnya MK hanya memutus soal perselisihan penghitungan suara dalam Pemilukada. Tapi kemudian dalam proses pemeriksaan perkara, ternyata hakim panel yang memeriksa menemukan ada banyak hal yang dapat menimbulkan suatu pihak menang atau kalah dalam Pemilukada.
Karena itulah kemudian melalui istilah melakukan pelanggaran yang bersifat masif, terstruktur, dan sistemis, pihak yang melakukan pelanggaran bisa dianggap tidak melaksanakan Pemilukada dengan prinsip Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Selanjutnya, kalau hanya money politic saja yang dijadikan alasan untuk memutus perkara perselisihan hasil Pemilukada, harjono yakin hal itu tidak bisa diambil keputusan. Pasalnya, dalam Pemilukada ia meyakini semua pihak melakukan money politic dengan besaran nominal yang berbeda.
“Kalau semua didiskualifikasi, siapa yang nantinya jadi kepala daerah? Maka, money politic yang sporadis tidak dipertimbangkan, tapi money politic yang terstruktur, masif, dan sistematis-lah yang dipertimbangkan. Jadi ini masalah kepastian hukum,” tegasnya.
Di akhir acara, Harjono mengatakan, bahwa keputusan MK terhadap suatu perkara, bukanlah keputusan salah satu hakim saja, melainkan keputusan sembilan hakim konstitusi. Bahkan, untuk menjaga independensi MK dan citra MK sebagai lembaga peradilan yang bersih, para hakim konstitusi MK dilarang berpendapat terhadap kasus-kasus yang mungkin akan diperkarakan di MK.
Sebagai kenang-kenangan, di penghujung acara, rombongan Mahasiswa Muhammadiyah Lampung memberikan pajangan dinding berupa tenun Lampung yang dibingkai. (Yusti Nurul Agustin/mh)