FGD MK âKedudukan Saksi a de charge dan Perlindungan HAM dalam Peradilan Pidanaâ
Senin, 21 Februari 2011
| 16:32 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema âKedudukan Saksi a de charge Kaitannya dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Sistem Peradilan Pidanaâ, dengan narasumber M. Yahya Harahap (Mantan Hakim Agung) dan Abdul Hakim Garuda Nusantara (Mantan Ketua Komnas HAM), Kamis (17/2).
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Kedudukan Saksi a de charge Kaitannya dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Sistem Peradilan Pidana”, Kamis (17/2). FGD kali ini menghadirkan M. Yahya Harahap (Mantan Hakim Agung) dan Abdul Hakim Garuda Nusantara (Mantan Ketua Komnas HAM) sebagai nara sumber.
Keduanya di hadapan peserta FGD yang terdiri dari para peneliti dan panitera pengganti MK menyampaikan materi yang berkaitan dengan saksi a de charge dan kaitannya dengan HAM. Yahya yang mendapat kesempatan lebih dulu menyampaikan materinya menjelaskan bahwa pengertian saksi a de charge terdapat dalam Pasal 65 KUHAP. Pasal 65 KUHAP tersebut berbunyi, “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya”.
Dari bunyi pasal tersebut, Yahya mengatakan dapat diambil inti sari pengertian saksi a de charge, yaitu saksi yang memberikan keterangan yang menguntungkan bagi tersangka/terdakwa. Keberadaan saksi a de charge tersebut dikatakan Yahya dilindungi oleh konstitusi. Pasalnya, konstitusi menjamin hak setiap orang untuk memperoleh keadilan dan kebenaran dalam proses peradilan. “Jaminan atas hak tersebut wajib ditegakkan sepanjang hal itu sesuai dengan ketentuan hukum acara (due process of law),” ujar Yahya.
Lebih lanjut, Yahya menegaskan bahwa orang yang hendak dijadikan saksi a de charge haruslah memenuhi syarat formil dan syarat materil. Syarat-syarat yang diberikan kepada saksi a de charge pun ditegaskan oleh Yahya sama dengan syarat yang diberikan untuk saksi a charge atau saksi lainnya. Pemenuhan terhadap syarat-syarat tersebut dimaksudkan agar keterangan para saksi bisa dijadikan alat bukti yang sah.
Masih dalam kesempatan yang sama, Yahya mengatakan bahwa memeriksa dan mendengar saksi a de charge bersifat imperatif dan memaksa (Dwingend, Compulsory). Bagi tersangka atau terdakwa, pengajuan saksi a de charge sifatnya fakultatif, dengan kata lain, mereka boleh mengajukan atau tidak mengajukan saksi a de charge tersebut. Saksi a de charge yang diaminta hadir pun memiliki keharusan untuk hadir.
Sedangkan bagi penyidik atau hakim, mendengarkan keterangan saksi a de charge bersifat imperatif atau hukum memaksa. “Penyidik atau Hakim yang menolak memeriksa dan mendengar keterangan saksi a de charge yang diajukan tersangka atau terdakwa merupakan tindakan inkonstitusional,” tegas Yahya.
Abdul Hakim Garuda Nusantara kemudian melengkapi materi yang disampaikan Yahya sebelumnya. Hakim mengatakan saksi a de charge dilindungi oleh instrumen perlindungan HAM Internasional. Hal itu ditegaskan dalam Deklarasi Umum HAM PBB (DUHAM PBB) dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (KIHSP).
Ketentuan-ketentuan berkenaan dengan jaminan perlindungan integritas fisik dan mental yang diatur dalam DUHAM PBB dan KIHSP tersebut, ditegaskan oleh hakim, berlaku bagi setiap orang tanpa memedulikan status seseorang. “Hak atas bantuan hukum juga bagian dari due process of law,” tegas Hakim. (Yusti Nurul Agustin/mh)