Jakarta, MKOnline - Sidang uji materi Undang-Undang (UU) 35/2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua memasuki tahapan pemeriksaan perbaikan permohonan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (17/2/2011). Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Achmad Sodiki beranggotakan Hakim Konstitusi Harjono dan Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva. Persidangan kali ini juga dihadiri pihak Pemohon dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPR Papua), yaitu Jhon Ibo (Ketua DPR Papua) dan jajaran Pimpinan DPR Papua dan Papua Barat, Yunus Wonda, Yoseph Yohan Auri, Jimmy Demianus Ijie, Ruben Magai, serta diampingi kuasa Pemohon, Bambang Widjojanto dan Iskandar Sonhaji.
Sebagaimana dalam permohonannya, para Pemohon mengajukan pengujian UU 35/2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2008 tentang Perubahan atas UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Menurut para Pemohon, ketentuan dalam UU tersebut bertentangan dengan Pasal 18B Ayat (1) UUD 1945 karena mendelegitimasi kekhasan dan kekhususan yang tersebut di dalam UU Otonomi Khusus, terutama Pasal 7 ayat (1) huruf (a) UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi serta melanggar aturan yang secara khusus mengatur tata cara perubahan yang diatur di dalam UU Otonomi Khusus yang melibatkan masyarakat luas dengan disertai kajian yang komprehensif.
Di depan Majelis Hakim Konstitusi, Kuasa Pemohon Bambang Widjojanto menyampaikan perbaikan permohonan. Perbaikan menyangkut kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon. Sebelumnya, legal standing para Pemohon perorangan warga negara Indonesia dan lembaga negara (DPR Papua). Setelah perubahan, para Pemohon mengambil kedudukan hukum sebagai lembaga, yaitu DPR Papua dan DPR Papua Barat. “Setelah mempelajari masukan, kami memutuskan, yang maju adalah lembaga DPRP yang diwakili oleh pimpinan yang mendapatkan justifikasi dari rapat paripurna DPR Papua dan DPR Papua Barat,” kata Bambang di awal perbaikan permohonan.
Selanjutnya, mengenai pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji untuk menguji UU 35/2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2008 tentang Perubahan atas UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. “Sebelumnya kami menggunakan pasal-pasal yang ada dalam bab hak asasi manusia, sekarang kami memberikan konsentrasi pada Pasal 18B UUD 1945,” tambah Bambang.
Selain itu, pada bagian kesimpulan, tambah Bambang, merupakan justifikasi terhadap alasan-alasan permohonan mengenai makna substantif dari Otonomi Khusus. Kemudian, mengenai penghapusan tugas wewenang yang berkaitan dengan Pasal 7 ayat (1) huruf (a) UU 21/2001, pada permohonan sebelumnya, kata Bambang, Pemohon tidak menggunakan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada perbaikan, Pemohon menggunakan Pasal 226 ayat (1) UU 32/2004 yang menyatakan “Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang Undang tersendiri.” “Menurut hemat kami, sudah ada undang-undang tersendiri yang mengatur itu, sehingga kemudian, pasal ini memperkuat argumen kami” jelas Bambang.
Terakhir, pada bagian petitum, Pemohon melakukan rekonstruksi ulang mengenai formulasi dalam pokok perkara pada poin 2 dan 3. “Semula langsung Pasal 7 ayat (1) huruf (a), sekarang direformulasi melalui UU 35/2008.” tegasnya.
Saat menambahkan keterangan di depan persidangan, Jimmy Demianus Ijie menerangkan kondisi aktual di Provinsi Papua Barat. “Sejak mengajukan permohonan ini, muncul pertanyaan di masyarakat Papua khususnya Papua Barat. Bahkan muncul SMS seolah-olah (MK) sudah memutuskan,” terang Jimmy.
Jimmy berharap ada kepastian hukum mengenai pelaksanaan Pemilukada di Papua Barat. Jimmy juga menuturkan adanya beberapa kali pertemuan yang dilakukan antara KPU Provinsi, DPR Papua Barat, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Pemerintah Pusat yang diwakili Kementerian dalam Negeri. “Intinya sepakat sampai adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi,” jelas Jimmy.
Senada dengan kondisi di Prov. Papua Barat, di Prov. Papua, kata Bambang Widjojanto, KPU Prov. Papua juga sepakat menunda proses Pemilukada hingga ada putusan dari MK.
Sebelum menutup persidangan, Panel Hakim mengesahkan bukti Pemohon yaitu bukti P-1 sampai P-11. Tahap persidangan berikutnya adalah sidang pleno. (Nur Rosihin Ana/mh)