Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) yang diwakili Hakim Konstitusi, Muhammad Alim menerima kunjungan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Garut, Jawa Barat, Kamis (10/2). Dalam pertemuan itu, Akil memberikan materi seputar kewenangan MK.
Alim antara lain menjelaskan mengenai mekanisme permohonan di MK. Ia mengatakan, sebelum mencapai putusan, Pemohon akan melalui beberapa tahapan. Sampai akhirnya Panel Hakim memberikan saran kepada Pemohon terkait substansi dan struktur permohonan. “Panel Hakim memberi nasihat kepada Pemohon. Tapi terserah Pemohon mau menerima saran itu atau tidak,” ujar Alim kepada para Mahasiswa beralmamater merah itu.
Setelah itu, Pemohon diberikan waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Pemohon dapat tetap melanjutkan permohonan atau mencabut permohonan. Tahapan selanjutnya, yaitu Panel Hakim melaporkan ke Pleno Hakim yang berjumlah sembilan hakim konstitusi.
Setelah Pleno Hakim memusyawarahkan perkara tersebut, keputusan Mahkamah kemudian akan dibacakan dan diumumkan. Sembilan hakim konstitusi bisa saja tidak semuanya berpendapat sama dalam memutuskan perkara tersebut. Hanya saja, keputusan Mahkamah merupakan keputusan yang diambil dari suara terbanyak. Dan bila ada yang tidak sependapat akan dibacakan dan diumumkan dalam kesempatan yang sama. “Itu namanya dissenting opinion. Itu dibolehkan di Mahkamah Konstitusi. Kalau dulu, hakim yang berpendapat lain hanya dicatat saja dan bersifat rahasia sehingga tidak diumumkan. Kalau sekarang diumumkan,” jelas Alim.
Hal itu dapat terjadi karena dulu hukum di Indonesia menganut Civil Law System yang dianut Belanda. Sebagai negara jajahan Belanda, maka Indonesia pun mengikutinya. Dalam Civil Law System memang tidak dikenal istilah dissenting opinion. Berbeda dengan Common Law System yang dianut negara-negara jajahan Inggris yang mengenal istilah dissenting opinion.
Dalam kunjungan tersebut, Alim juga menjelaskan bahwa dalam persidangan MK, yang tidak memiliki cabang di daerah, maka disediakan video conference sebagai alat bantu persidangan. Dengan adanya video conference maka peserta persidangan yang berasal dari daerah-daerah yang jauh dari Jakarta tetap dapat mengikuti persidangan tanpa harus ke Jakarta. Fasilitas video conference tersebut terdapat di fakultas-fakultas hukum di universitas negeri di daerah. “Semua tidak dipungut biaya untuk menggunakan video conference itu. Semua sudah dibayar oleh negara. Paling hanya keluar ongkos untuk ke universitas itu,” ujar Alim.
Pada akhir pertemuan, Alim memberikan Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 Edisi Revisi, yang terdiri atas Buku I sampai dengan Buku IX, yang disusun oleh Setjen dan Kepaniteraan MK untuk Fakultas Hukum STIH Garut. Alim juga memberikan kenang-kenangan buku karangannya sendiri berjudul “Asas-Asas Hukum Modern dalam Islam”. (Yusti Nurul Agustin/mh)