Jakarta, MKOnline - Beberapa Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan konsultasi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jum’at (11/2) di ruang Delegasi lt.15 Gedung MK. Maksud kedatangan mereka adalah untuk berkonsultasi terkait pengaturan anggaran Bank Indonesia (BI) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU BI). “Sebelum kami mengambil keputusan kami ingin berdiskusi terlebih dahulu (ke MK),” kata Arif Budimanta, pimpinan rombongan.
Hadir pada kesempatan itu, Ketua MK Moh. Mahfud MD, Wakil ketua MK Achmad Sodiki, beserta empat hakim konstitusi lainnya, yakni Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati dan Hamdan Zoelva. Sedangkan dari Komisi XI DPR, selain Arif, hadir pula: Edison Betaubun, Laurens B. Dama, Muchtar Amma, dan Muhammad Hatta. Turut hadir Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dan Panitera MK Kasianur Sidauruk.
Menurut Arif, di internal Komisi XI sendiri, saat ini sedang menghadapi perbedaan pandangan tentang makna independensi bank sentral (dalam hal ini BI) sebagaimana diamanahkan oleh Konstitusi, yakni dalam Pasal 23D UUD 1945. Pasal ini berbunyi, “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.”
Hal itu kemudian diturunkan dalam bentuk UU yang tertuang dalam UU BI. Di mana, Pasal 60 ayat (3) UU BI, pada intinya menyatakan, Dewan Gubernur berwenang menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang salah satunya adalah anggaran kegiatan operasional yang kemudian disampaikan kepada DPR untuk dimintakan persetujuanya terlebih dahulu. Namun menjadi masalah ketika dalam penjelasannya menyebutkan, “Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diberikan melalui konsultasi dengan komisi yang membidangi Bank Indonesia dan perbankan selambat-lambatnya 31 Desember tiap tahun anggaran. Apabila setelah tanggal 31 Desember belum mendapat persetujuan, anggaran yang diusulkan dianggap disetujui.”
Nah, menurut Arif, dengan adanya rumusan seperti itu maka dapat dikatakan fungsi pengawsan DPR menjadi tidak dapat dilaksanakan. “Fungsi budgeting (DPR) tidak jalan,” salah satu anggota Komisi XI menimpali. Karena, dalam praktiknya selama ini, independensi itu diterapkan secara ‘absolut’. Yakni DPR, melalui Komisi XI, tidak dapat melakukan kontrol sama sekali terhadap pengelolaan keuangan di BI. Salah satu alasan kenapa pengelolaan keuangan BI tidak dapat diawasi DPR dan persetujuan anggaran hanya bersifat konsultatif adalah, karena BI independen.
Sebelum menanggapi lebih jauh persoalan tersebut, Mahfud menegaskan, apapun pendapat hakim konstitusi pada pertemuan konsultasi ini bukanlah pendapat resmi MK secara institusi. Menurut Mahfud, jika ingin mengetahui pendapat ataupun sikap MK atas permasalahan itu, harus melalui persidangan terlebih dahulu yang hasilnya kemudian akan dimuat dalam putusan. “Hari ini kita berdiskusi-diskusi saja,” seloroh Mahfud. Mahfud berpandangan, tidak tertutup kemungkinan persoalan ini diselesaikan melalui MK, yakni melalui pengujian undang-undang (judicial review) ataupun sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN). (Dodi/mh)