Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, Selasa (8/2). Pemohon, Muhammad Sholihin Ikhwanun Fakhrudin yang berprofesi sebagai pedagang aksesoris Pramuka di bilangan Cililitan, Jakarta Timur, menegaskan dalam perbaikan permohonannya bahwa yang dipermasalahkan adalah implementasi Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 UU tentang Pramuka.
Sholihin dalam persidangan sebelumnya, (19/1), mengatakan kwartil gerakan Pramuka, Kwarcab atau Kwarda selama ini belum pernah menerima bantuan dari pihak asing, apalagi memberikan bantuan kepada pihak asing. Kwartil gerakan Pramuka hanya menerima dana dari APBD yang besarnya tergantung dari daerahnya masing-masing tiap tahunnya. Pengiriman dana-dana tersebut biasanya ditransfer ke rekening bank pengurus Pramuka. Sholihin menganggap para oknum pengurus Pramuka kemudian menyelewengkan dana-dana tersebut.
Dan hal tersebut kembali ditegaskannya di hadapan Panel Hakim yang diketuai Ahmad Fadlil Sumadi dan beranggotakan Muhammad Alim serta Achmad Sodiki. Ketika ditanya Panel Hakim, Achmad Sodiki mengenai benar atau tidaknya redaksi kalimat pada pasal-pasal yang diajukan untuk diuji, Pemohon menganggap kalimat di dalam pasal-pasal tersebut benar. Dan sekali lagi ketika ditegaskan oleh Sodiki mengenai permasalahan yang dikemukakan Pemohon merupakan bentuk implementasi, Pemohon pun membenarkannya.
Menanggapi pernyataan Pemohon tersebut, Sodiki menjelaskan dengan tegas bahwa Mahkamah tidak dapat menguji implementasi, melainkan hanya menguji tentang pasal itu. “Kalau pasalnya sudah betul, ya sudah betul. Tidak ada yang bisa di uji lagi. Implementasi yang nyeleweng itu bukan wewenangnya Mahkamah, tapi wewenangnya Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK. Jadi bukan salah pasalnya tapi salah orang yang menjalankan, menggunakan dana itu,” papar Sodiki tegas.
Lebih lanjut Sodiki mengingatkan agar Pemohon mempertimbangkan ulang untuk menguji pasal-pasal tersebut. Kalau sampai pasal-pasal tersebut dibatalkan oleh Mahkamah, maka Pramuka dan Pemohon sendiri yang rugi. Nantinya, pemerintah tidak akan menganggarkan keperluan Pramuka dalam APBD ataupun APBN.
Meski sudah diberi gambaran seperti itu, Pemohon tetap memutuskan untuk memikirkan kembali apakah masih diteruskan atau tidak permohonannya. Dan Mahkamah menyediakan waktu sepuluh hari saja untuk Pemohon mempertimbangkan dan selanjutnya memutuskan hendak dilanjutkan atau dicabut permohonannya. (Yusti Nurul Agustin)