Jakarta, MKOnline - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Maranatha, Bandung, berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (8/2) pagi. Rombongan berjumlah 27 peserta ini diterima oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati di ruang Diklat lt. 8 Gedung MK. Pada kesempatan itu, Maria Farida Indrati menyampaikan kuliah singkat dengan tema “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI”. Pemaparan dimoderatori oleh Pembantu Dekan FH Maranatha Lindawati.
Dalam penyampaiannya, Maria memaparkan beberapa aspek tentang MK, baik historis, yuridis maupun pelaksanaan kewenangan oleh MK selama ini. Menurut Maria, dalam melaksanakan tugasnya, terutama dalam memutus, hakim konstitusi haruslah independen dan mandiri. Jika dalam menjatuhkan putusan salah satu hakim konstitusi tidak sepakat atau berbeda pendapat dengan mayoritas hakim maka sang hakim dapat menyatakannya dalam Dissenting Opinion (DO). “Setiap hakim memiliki hak untuk dissenting opinion,” ujarnya.
Selanjutnya, sambung Maria, setiap putusan MK adalah putusan terakhir dan mengikat kepada setiap orang, tidak hanya pada para pihak saja, sejak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. “Tidak perlu menunggu apakah disahkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) atau diubah melalui UU atau tidak,” katanya. Kemudian, jika ada putusan MK yang mengabulkan terkait pengujian undang-undang (PUU), maka putusan tersebut akan dimuat dalam Berita Negara.
Selain itu, ia juga menanggapi pernyataan bahwa MK tebang pilih. Menurutnya, hal itu tidaklah benar. Karena, menurut Maria, penyelesaian perkara, terutama PUU, sangat dipengaruhi berbagai pertimbangan, salah satunya, tergantung pada kondisi dan tingkat kerumitan perkara tersebut.”Jika kasusnya lebih mudah, misal (Pemohon) tidak punya legal standing, ngapain lama-lama (diproses). Toh, Pemohon tidak punya legal standing,” imbuhnya. “Atau ditolak karena objek perkara sama., ne bis in idem. Pasal tersebut telah diujikan sebelumnya,” ujar Maria member contoh. (Dodi/mh).