Jakarta, MKOnline - Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Nias Selatan (Nisel) memasuki tahap akhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (02/01/2011), Mahkamah menyatakan permohonan pasangan Fahuwusa Laia-Rahmat Alyakin Dakhi dan pasangan Hadirat Manao-Denisman Bu’ololo, tidak dapat diterima. Di samping itu, Mahkamah juga menyatakan menolak seluruh permohonan yang diajukan pasangan Fauduasa Hulu-Alfred Laia dan pasangan Temazisokhi Halawa-Foluaha Bidaya.
Sidang Pleno terbuka umum ini dilaksanakan oleh tujuh hakim konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD selaku ketua merangkap anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, Hamdan Zoelva, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai anggota. Setelah membuka persidangan, Moh. Mahfud MD memberikan pernyataan sehubungan adanya rumor yang menyatakan adanya pertemuan pihak berperkara dalam sengketa Pemilukada Nisel dengan Hakim MK. “Itu bohong belaka,” tegas Mahfud.
Pasangan Fahuwusa Laia-Rahmat Alyakin Dakhi (perkara No. 4/PHPU.D-IX/2011) dan pasangan Hadirat Manao-Denisman Bu’ololo (perkara No. 6/PHPU.D-IX/2011) merupakan pasangan bakal cabup/cawabup Nisel. Pencalonan kedua pasangan ini dicoret/dibatalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Nias Selatan.
Berdasarkan keterangan dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, menurut Mahkamah, KPU Nisel telah melakukan verifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil verifikasi, Fahuwusa Laia tidak memenuhi syarat pendidikan sebagai calon karena terbukti secara faktual nama Fahuwusa Laia tidak terdapat di dalam Buku Induk Siswa SMA BNKP tersebut.
Sedangkan pembatalan KPU Nisel terhadap Hadirat Manao, terungkap di persidangan, Hadirat pernah dipidana karena menggunakan ijazah dan gelar akademik yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan. Menurut Mahkamah, tindak pidana yang dilakukan oleh Hadirat tidak termasuk dalam kategori tindak pidana kealpaan ringan (culpa levis) sebagaimana dimaksud dalam Putusan Nomor 14-17/PUU-V/2007, tanggal 7 Desember 2007, melainkan tindak pidana penggunaan gelar akademik dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan yang ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama lima tahun, sebagaimana Pasal 68 Ayat (2) UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut Mahkamah, kasus Fahuwusa Laia dan Hadirat Manao tidak dapat diterapkan dan diberlakukan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 196-197-198/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 25 November 2010 (Pemilukada Kota Jayapura) dan Putusan Nomor 218-219-220-221/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 30 Desember 2010 (Pemilukada Kabupaten Kepulauan Yapen), karena tidak terbukti KPU Nisel sewenang-wenang menghalang-halangi Hadirat Manao dan Fahuwusa Laia. Justru sebaliknya, KPU Nisel telah bertindak dengan tepat meneliti dan menilai syarat-syarat pencalonan keduanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat, kedua Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana ditentukan dalam PMK 15/2008. Dengan demikian, eksepsi KPU Nisel terbukti dan beralasan menurut hukum, sehingga pokok permohonan tidak perlu dipertimbangkan.
Tidak Terbukti
Selanjutnya, untuk pasangan calon Fauduasa Hulu-Alfred Laia (perkara No. 5/PHPU.D-IX/2011) dan pasangan Temazisokhi Halawa-Foluaha Bidaya (perkara No. 7/PHPU.D-IX/2011). Kedua pasangan ini tidak mempermasalahkan kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU Nisel. Dalil-dalil yang diusung keduanya yaitu mengenai terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sehingga secara signifikan mempengaruhi perolehan suara.
Sejumlah pelanggaran yang didalilkan antara lain, tidak beredarnya Formulir C-6 KWK, para saksi dan anggota KPPS tidak disumpah, perampasan kotak suara secara paksa, pencoblosan tembus simetris, kotak suara tidak bersegel, politik uang (money politic), pencoblosan berkali-kali, pemilih gelap, pemilih yang sudah meninggal diganti oleh pemilih lain, rekapitulasi tidak bersegel, pemilih di bawah umur, TPS tanpa bilik suara, adanya intimidasi, Termohon tidak melakukan sosialisasi.
Mahkamah berpendapat, apa yang didalilkan kedua pasangan calon tersebut tidak didukung oleh bukti yang cukup meyakinkan mengenai terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif serta berdampak secara signifikan mempengaruhi perolehan suara Pemohon. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil kedua pasangan ini tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum. (Nur Rosihin Ana)