Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, MK tidak membatasi masa kerja Majelis Kehormatan Hakim. “Tapi saya memperkirakan sebulan dari mulai kerja Majelis Kehormatan Hakim. Kalau sebulan, berarti minggu pertama Februari 2010 sudah selesai,” kata Mahfud kepada para wartawan di ruang kerjanya, lantai 15 Gedung MK, Selasa (25/1).
Menurut Mahfud, kalau masa kerja Majelis Kehormatan Hakim lebih dari sebulan, dianggap sebagai hal yang mengada-ada. Dikatakan Mahfud lagi, hasil kerja Majelis Kehormatan Hakim tersebut nantinya akan diumumkan secara terbuka.
“Majelis Kehormatan Hakim merupakan pemeriksaan etika, sedangkan aspek hukumnya ditangani oleh KPK. Kita lihat saja, pidananya ada atau tidak, masalah etikanya ada atau tidak. Prinsipnya, kita bukalah, tidak akan ada yang ditutup-tutupi. Saya akan terus mengawal KPK agar masalah itu diungkap,” ujar Mahfud.
Pada bagian lain Mahfud menuturkan pengalaman setelah ia mengikuti Kongres Kedua Konferensi Hakim Konstitusi se-Dunia (2nd Congress of the World Conference on Constitutional Justice) di Rio de Janeiro, Brasil, 16-18 Januari 2011 lalu.
“Konferensi tersebut secara umum menimbulkan beberapa kesan. Pertama, diplomasi antarnegara perlu menekankan pada diplomasi konstitusi. Artinya, semua negara melakukan diplomasi dengan menekankan pentingnya penegakan konstitusi sebagai sumber pengaturan negara, berbangsa dan bernegara secara baik bagi masing-masing negara,” papar Mahfud.
Sedangkan kesan kedua dari Konferensi Hakim Konstitusi se-Dunia itu, lanjut Mahfud, menyangkut independensi MK dan hakim konstitusi setiap negara. Mahfud bersyukur, MKRI termasuk MK yang baik.
“Saya mendengar presentasi dari hakim konstitusi berbagai negara, banyak yang mengeluh karena tidak independen. Mereka dipilih oleh parlemen, namun juga disandera oleh parlemen. Gaji dan anggarannya ditentukan oleh parlemen, setiap mau berbuat sesuatu, diancam. Bahkan MK Thailand pernah dibubarkan,” jelas Mahfud.
Mahfud menjelaskan kepada para hakim konstitusi negara lain, hakim konstitusi di Indonesia diangkat dari unsur Pemerintah, DPR dan MA. Bagaimanapun, kata Mahfud, hakim konstitusi di Indonesia jauh lebih independen, meskipun misalnya hakim di Indonesia diangkat oleh DPR, tapi tidak bisa didikte oleh DPR.
Selain itu, sambung Mahfud, Kongres Kedua Konferensi Hakim Konstitusi se-Dunia di Brasil ternyata meningkatkan martabat para pegawai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Brasil. Dengan adanya MKRI, mereka merasa memiliki martabat sebagai bangsa Indonesia.
“Sebelum MKRI dibentuk, dalam pertemuan internasional, mereka seringkali diejek bahwa bangsa Indonesia merupakan negara pelanggar HAM. Misalnya kasus Timor Timur, Lampung, Aceh dan sebagainya. Namun setelah MKRI dibentuk, mereka lebih dihormati oleh bangsa-bangsa lain karena punya MK yang melindungi HAM,” pungkas Mahfud.(Nano Tresna A./mh)