Jakarta, MKOnline - Hubungan koordinasi antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) seperti termaktub dalam Pasal 3 ayat (2) UU TNI, dimasalahkan Moh Riyadi Setyarto dan Rasma AW. Dua orang ini memohonkan pengujian UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI ke MK, Senin (24/01) pukul 10.30 WIB.
Pemohon di atas menganggap Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan”, merugikan dirinya sebagai warga negara. Pasal lain yang dianggap berkaitan dengan pasal di atas adalah Pasal 15 ayat (7), (8), dan (9), Pasal 66 ayat (2), Pasal 67, dan Pasal 68 ayat (2) UU tersebut.
Riyadi bersidang tanpa didampingi pengacara. Ia mengaku masih mencari pengacara yang tepat. Panel Hakim sendiri yang diketuai Ahmad Fadlil Sumadi, dengan didampingi Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim, meminta Pemohon sebaiknya didampingi kuasa hukum agar permohonannya dapat disampaikan lebih sistematis dan terstruktur. “UU yang dimohonkan juga sangat urgen,” kata Hamdan.
Saat memberikan penjelasan, Pemohon mengaku kehadiran pasal-pasal yang dia ujikan berpotensi memberi peluang dan kesempatan kepada orang asing mencuri hasil bumi di perairan Indonesia. “Ada peningkatan ancaman kepada bangsa Indonesia karena penyelundupan bahan peledak dengan adanya pasal ini. Selain itu, kalau TNI di bawah Dephan, melanggar Pasal 10 UUD 1945. Seharusnya seperti Pasal 10, yakni TNI di bawah Presiden,” kata Riyadi. Pasal 10 UUD 1945 berbunyi “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.
Pemohon menambahkan, karena di bawah Dephan, perlindungan terhadap warga negara menjadi berkurang. Untuk itu, dalam petitumnya, ia meminta agar MK memutuskan pasal-pasal yang dimohonkan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Setelah mendengar penjelasan lisan Pemohon, hakim Hamdan Zoelva meminta Pemohon agar memelajari baik-baik contoh-contoh permohonan yang selama ini diajukan ke MK. Sebab, secara format permohonan Pemohon dinilai tidak jelas apa yang dimohonkan, serta tidak jelas pula kerugian yang dideritanya.
“Kalau mendengar penjelasan tadi, saudara mempersoalkan hubungan antara TNI dan Kemenhan. Padahal, kalau anda baca betul, pasal ini menyebut hubungan keduanya adalah sebatas kebijakan TNI berkoordinasi dengan Kemenhan, termasuk soal anggaran. TNI tetap berada di bawah Presiden,” jelas Hamdan.
Baik Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva meminta Pemohon dapat memperbaiki permohonannya pada sidang selanjutnya. (Yazid/mh)