Jakarta, MKOnline - Gelar perkara Perselisihan Hasil Pemilukada Kota Batam - Perkara No. 8/PHPU. D-IX/2011 – kembali berlangsung di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (24/1) siang. Agenda sidang adalah mendengarkan jawaban pihak Termohon (KPU Kota Batam) terhadap dalil-dalil yang disampaikan pihak Pemohon. Majelis Hakim terdiri atas Achmad Sodiki (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati.
Menurut pihak Termohon, dalil Pemohon soal adanya kecurangan pemungutan dan penghitungan suara secara sistemik, terstruktur dan masif, adalah tidak sepenuhnya benar. Terhadap dalil Pemohon ini, pihak Termohon menyatakan sangat keberatan.
“Walaupun PPS tidak menuliskan jumlah pemilih lelaki dan pemilih perempuan yang tercatat di DPS, DPT maupun di TPS tersebut, yang seharusnya ditulis jumlah pemilih lelaki 172 orang dan pemilih perempuan 152 orang, namun hal tersebut tidak mempengaruhi hasil perolehan suara,” imbuh Pemohon.
Hal terpenting terkait dalil Pemohon soal kecurangan dalam pemungutan dan penghitungan suara, menurut Termohon, bahwa semua saksi hadir menandatangani hasil perolehan suara. Dengan demikian, menurut Termohon, dalil Pemohon soal adanya kecurangan pemungutan dan penghitungan suara tidak berdasar sama sekali.
Selanjutnya dalil Pemohon tentang adanya pelanggaran yang bersifat administratif, antara lain masalah DPT, pada prinsipnya Termohon sudah menghitung secara benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seluruh tahapan DPT, dari awal hingga penyerahan dan penetapan DPT ke seluruh tim kampanye sudah dilaksanakan secara benar oleh pihak Termohon.
“Kemudian dalil Pemohon bahwa Termohon dalam menetapkan DPT tidak berdasarkan Daftar Pemilih Potensial Pemilu, kami dengan tegas menolak dalil Pemohon tersebut karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan,” papar pihak Termohon.
Lainnya, mengenai dalil Pemohon bahwa banyak ditemukan pemilih ganda maupun nama dan alamat pemilih fiktif, Termohon berdalih bahwa mobilitas yang tinggi warga Batam khususnya yang tinggal dekat di kawasan industri, maka perpindahan penduduk di sana begitu cepat, seiringnya dengan banyaknya pekerja outsourcing di kota Batam.
“Hal ini bisa terjadi, karena pada saat dilakukan data pemilih di Batam pada Agustus-September 2010, pemilih masih tinggal di alamat yang lama. Namun saat berlangsung Pemilukada Kota Batam pada 5 Januari 2011, pemilih sudah bertempat tinggal di tempat yang baru,” ungkap pihak Termohon.
Berikutnya dalil Pemohon mengenai kesemrawutan pengelolaan DPT berakibat validitas pemilih secara hukum patut diragukan, menurut Termohon tidak berdasar sama sekali. Karena faktanya, di lapangan tidak pernah ada laporan soal kesemrawutan pengelolaan DPT tersebut.
“Terkait masalah DPT, Mahkamah juga telah mengeluarkan putusan yang pada pokoknya menyatakan Termohon sebagai penyelenggara pemilu tidak dapat dibebani kesalahan sendiri dalam menanggung permasalahan DPT,” tegas Termohon. (Nano Tresna A./mh)