Brazil, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD bersama Hakim Konstitusi Harjono mengunjungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Brazil di Brasilia pada Rabu, 19/1/2011. Kunjungan ini dilakukan setelah keduanya selesai mengikuti kegiatan Kongres Kedua Konferensi Hakim Konstitusi se-Dunia (2nd Congress of the World Conference on Constitutional Justice) yang berlangsung tanggal 16-18 Januari 2011 di Rio de Janeiro.
Kehadiran Mahfud di Brasilia disambut hangat oleh Duta Besar RI untuk Brazil Sudaryomo dan para pegawai kedutaan. Tak kurang dari 30 warga negara Indonesia yang tinggal di Brasilia pun dikumpulkan di pendopo wisma duta untuk bertatap muka secara langsung dengan Ketua MK. “Mereka adalah WNI dengan berbagai profesi berkumpul di sini untuk meminta “oleh-oleh” dari Pak Mahfud,” kelakar Sudaryomo.
Diminta “oleh-oleh”, Mahfud menyatakan bahwa pada saat ini tak ada “oleh-oleh” dari Indonesia yang tidak ditemukan di internet. Meski demikian, apa yang disampaikan Mahfud tetap menjadi informasi yang menarik bagi WNI di Brasilia. Hal ini diungkapkan oleh beberapa WNI yang mengaku sangat sering mengikuti pemberitaan media tentang Mahfud.
Di hadapan para pegawai kedutaan dan WNI di Brasilia, Mahfud menjelaskan sistem ketatanegaraan Indonesia pascareformasi. Berbagai hal yang membedakan antara sistem pada masa orde baru dan sistem yang dianut saat ini diterangkan secara gamblang. Di antaranya adalah kedudukan lembaga-lembaga negara yang tidak lagi mengenal lembaga tinggi dan tertinggi, melainkan berdiri sejajar. Menurut Mahfud, dari sekian lembaga negara yang ada, terdapat tiga lembaga baru, yaitu Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah, dan Komisi Yudisial.
Khusus mengenai MK, Mahfud menjelaskan beberapa kewenangannya, seperti mengadili perkara impeachment presiden, uji undang-undang, dan pengadilan pemilu atau pemilukada. Menurut Mahfud, kehadiran MK sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki nilai penting bagi bangsa Indonesia yang ingin berubah. “Jika dulu seorang presiden dapat dijatuhkan secara sepihak oleh MPR, sekarang harus melalui proses hukum di MK. Jika dulu Presiden bersama DPR bisa membuat undang-undang yang melanggar hak konstitusional warga negara tanpa ada pihak lain yang boleh meluruskannya, sekarang sudah ada MK tempat menguji undang-undang. Jika dulu hasil pemilu dapat berubah-ubah tanpa ada yang berani protes, sekarang hasil pemilu dapat diperkarakan di MK,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, MK juga memiliki nilai penting terutama jika dikaitkan dengan kondisi penegakan hukum di tanah air yang masih tak kunjung baik. Ia mengibaratkan penegakan hukum di Indonesia sedang berada dalam kegelapan. “Dalam kegelapan itu MK ingin menjadi lilin yang dapat memberi harapan kepada seluruh masyarakat bahwa suatu saat lilin itu akan menjadi petromaks dan pada gilirannya akan menjadi lampu listrik. Oleh karena itu cahaya lilin ini tidak boleh dimatikan supaya masyarakat tidak semakin frustrasi,” jelasnya.
Sementara itu Hakim Konstitusi Harjono juga menyampaikan bahwa perkembangan politik dan hukum yang terjadi di Indonesia sebenarnya sudah menuju arah yang benar. Jika sekarang terkesan sangat banyak persoalan hukum, hal itu karena di dalam sistem politik yang demokratis, semua kasus boleh diungkap oleh pers. “Bukan berarti pada masa orde baru persoalan hukum tidak ada, melainkan karena tidak boleh diungkap. Pelanggaran hukum dan HAM pada masa orde baru justru sangat marak. Ini menjadi beban diplomasi kita. Saat ini para Dubes di Eropa menyampaikan kepada saya bahwa mereka tidak lagi minder di hadapan negara-negara lain dan lembaga-lembaga internasional karena di Indonesia sudah ada MK yang mengadili pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara yang dilakukan oleh pembuat undang-undang,” jelasnya. (Rafi).