Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan yang diajukan tersangka penerima aliran dana pemilihan Gubernur Bank Indonesia, Hengky Baramuli. Demikian putusan MK yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dengan didampingi oleh enam hakim konstitusi, Kamis (20/1), di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Mahkamah menimbang bahwa Pasal 40 UU KPK menyatakan, “Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi”, telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 006/PUU-I/2003, tanggal 30 Maret 2004 dan Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, tanggal 19 Desember 2006. “Dalam Putusan Nomor 006/PUU-I/2003, tanggal 30 Maret 2004, Mahkamah menyatakan pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga permohonan Pemohon ditolak,” jelas Hamdan.
Hamdan menjelaskan Putusan MK Nomor 006/PUU-I/2003, Mahkamah menimbang bahwa ketentuan a quo justru untuk mencegah KPK melakukan penyalahgunaan wewenang yang sangat besar sebagaimana termuat dalam Bab II Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. “Sepanjang ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tidak mengaturnya secara khusus, maka Hukum Acara Pidana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 yang merupakan aturan umum tetap berlaku. Hal itu berlaku untuk mencegah tumpang tindih kewenangan antara para penegak hukum, yang justru dapat merugikan kepentingan tersangka,” papar Hamdan.
Kemudian dalam Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, tanggal 19 Desember 2006, lanjut Hamdan, Mahkamah juga tetap menolak permohonan Pemohon dengan pertimbangan hukum Pasal 40 UU KPK sudah pernah dimohonkan pengujian dan telah pula diputus oleh Mahkamah sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 006/PUU-I/2003 dengan amar yang menyatakan permohonan ditolak. “Sehingga pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan terhadap permohonan pengujian Pasal 12 Ayat (1) huruf a di atas mutatis mutandis berlaku pula terhadap permohonan pengujian Pasal 40 UU KPK yang diajukan oleh Pemohon,” ujarnya.
Memperhatikan dua putusan Mahkamah tersebut, lanjut Hamdan, dan dihubungkan dengan dalil-dalil Pemohon yang ternyata sama dengan dalil-dalil Pemohon dalam Putusan Nomor 006/PUU-I/2003, tanggal 30 Maret 2004 dan Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, tanggal 19 Desember 2006, dan berdasarkan Pasal 60 UU MK dan Pasal 42 ayat (1) PMK 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang. “Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pertimbangan hukum kedua putusan tersebut, mutatis mutandis, berlaku juga bagi permohonan a quo, dan selain hal di atas juga Mahkamah tidak menemukan fakta dan keadaan-keadaan serta alasan-alasan hukum lain atas pengujian ulang pasal a quo. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat, permohonan Pemohon tidak dapat diterima, sehingga pokok permohonan tidak perlu dipertimbangkan,” urai Hamdan.
Dalam konklusi yang dibacakan oleh Wakil ketua MK Achmad Sodiki, Mahkamah berkesimpulan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing). “Permohonan Pemohon adalah ne bis in idem, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan. Amar putusan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tandas Sodiki. (Lulu Anjarsari/mh)