Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang uji materiil Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), Rabu (19/1) di ruang sidang Panel MK. Sidang dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan ini diketuai oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Hadir pada kesempatan itu, para Pemohon Prinsipal didampingi kuasa hukumnya. Pemohon terdiri dari PT. West Fishing Industries, PT. Dwi Bina Utama, PT. Irian Marine Product Development, dan PT. Alfa Kurnia. Dalam hal ini, Pemohon menguji Pasal 4 ayat (1) UU tersebut.
Menurut kuasa hukum Pemohon, Sutito, pihaknya telah melakukan beberapa perbaikan sesuai saran Panel Hakim pada persidangan sebelumnya. Beberapa perbaikan tersebut antara lain mengenai kewenangan Mahkamah, objek perkara serta kepentingan konstitusional Pemohon. “Sekarang lebih fokus menguji penafsiran Pasal 4 ayat (1) UU PBB ini terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,” ungkapnya.
Rumusan pasal tersebut berbunyi, “Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.” Pemohon menegaskan, pada intinya, pihaknya menguji frasa “memperoleh manfaat atas bumi.”
Sutito melanjutkan, pihaknya telah merasa dirugikan atas berlakunya UU itu. Karena, menurutnya, dengan berlakunya ketentuan tersebut, Pemohon Prinsipal telah dikenai dua kali pungutan, yakni PBB dan pungutan bukan pajak. “Ini mengakibatkan ketidakpastian dan hal ini dirasakan tidak adil,” tegasnya. “Karena, meskipun kami dilaut lepas, tapi tidak di zona eksklusif,” lanjutnya. Bahkan, ia mengatakan, ketentuan tersebut saling bertolak belakang.
Oleh karena itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 4 ayat (1) UU 12 Tahun 1985 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang diberlakukan untuk memungut PBB bidang usaha perikanan atau terhadap perusahaan perikanan tangkap. Pemohon menegaskan, ketidakberlakuan pasal tersebut hanya untuk pengusaha ikan tangkap bukan untuk subjek hukum yang lain. “(Kami) tidak bermaksud untuk menyatakan pasal tersebut tidak berlaku untuk keseluruhan,” katanya.
Sebelumnya, Pemohon perkara yang teregistrasi dengan nomor 77/PUU-VIII/2010 ini juga mengajukan permohonan provisi (putusan sela). “Dengan maksud agar pada 2010 ini kami tidak diberlakukan PBB lagi,” ujar Kuasa Pemohon. (Dodi/mh).