Jakarta, MKOnline - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (UNSRI) mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (19/1) dan diterima Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar. Rombongan mahasiswa berjaket kuning yang berjumlah sekitar 100 orang tersebut bermaksud mempelajari ketatanegaraan, konstitusi dan peranan MK.
Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar dalam pemaparannya menyampaikan makalah berjudul ”Demokrasi Konstitusional dan Mahkamah Konstitusi RI.” Akil menegaskan konstitusi sebagai hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi.
Menurutnya, tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah keadilan (justice), ketertiban (order), dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan dan kebebasan (fredoom) dan kemakmuran atau kesejahteraan (prosperity and welfare) bersama atau sebagaimana diwujudkan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri Negara (The Founding Leaders) atau para perumus Undang-ndang Dasar (the farmers of the constitution).
Mengenai perkembangan pemikiran tentang demokrasi dan hukum, seraya mengutip pendapat Jimly Asshiddiqie, Akil mengatakan: “berkembang konsepsi mengenai demokrasi yang berdasarkan atas hukum (constitutional democracy), yang lazim dipakai dalam perbincangan mengenai konsep modern tentang “constititutional state” yang dianggap ideal masa sekarang,” urainya.
Namun demikian juga berkembang pemikiran bahwa negara hukum harus didasarkan pada prosedur demokrasi atau ‘democratische rechtstaat’,. “Kedua konsep ‘constitutional democracy’ dan ‘democratische rechtstaat’ pada pokoknya mengidealkan mekanisme yang serupa, dan karena itu sebenarnya keduanya hanyalah dua sisi dari mata uang yang sama. Disatu pihak, negara hukum itu haruslah demokratis, dan lain pihak negara demokrasi haruslah didasarkan atas hukum,” jelasnya.
Berkaitan dengan kedudukan MK, Akil menjelaskan bahwa menurut UUD 1945, MK adalah sebagai pelaku dari kekuasaan kehakiman bersama Mahkamah Agung (Pasal 24 ayat (2) UUD 1945). MK juga berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pasal 24C (1) UUD 1945). Selain itu, MK wajib memutus pendapat DPR atas dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 24C (2) Jo pasal 7B (4) UUD 1945), yang kemudian 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban tersebut dijabarkan oleh Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa MK merupakan salah satu Lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Dalam sesi tanya jawab dua orang mahasiswa Unsri menanyakan mengenai isu tuduhan suap yang menimpa hakim konstitusi serta pengawasan hakim konstitusi. “Mekanisme kerja hakim konstitusi tidak memungkinkan terjadinya perbuatan yang dituduhkan. Kalau saya lakukan itu tidak layak saya jadi hakim MK,” jelas Akil Mochtar menyangkut tuduhan yang dialamatkan pada dirinya dan kesimpulan Tim Investigasi. Akil juga menjelaskan mekanisme yang ditempuh oleh MK telah benar dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Hakim (MKH) serta pengaduan ke KPK.
Menyangkut pengawasan hakim MK, Akil berpendapat bahwa sistemnya telah ada seperti ketentuan kode etik jika tiga kali mangkir sidang akan diberhentikan. Jika ada lembaga lain ikut mengawasi baginya tidak masalah, makin banyak yang mengawasi makin baik. (Dwi Nugroho/mh)