Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Perselisihan Hasil Pemilukada Kota Batam 2010 - 8/PHPU. D-IX/2011 - pada Rabu (19/1) di ruang Sidang Panel MK. Pemohon adalah Amir Hakim H. Siregar dan Syamsul Bahrum selaku pasangan calon no. urut 5, Ria Saptarika sebagai pasangan calon no. urut 2, maupun Nada F. Soraya dan Nuryanto selaku pasangan calon no. urut 3.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon berkeberatan atas hasil Pemilukada Kota Batam 2010 yang ditetapkan oleh Termohon (KPU Kota Batam) melalui Keputusan KPU Kota Batam No. 03/Kpts/KPU-Batam-031.436735/1/2011 tertanggal 8 Januari 2011 tentang Pengesahan dan Penetapan Hasil Jumlah Suara yang diperoleh setiap pasangan calon walikota dan wakil walikota dalam Pemilukada Kota Batam 2010.
“Banyak terjadi pelanggaran, antara lain kecurangan penghitungan suara secara sistemik dan masif, menggunakan aparatur pemerintah, penggunaan APBD untuk kampanye,” ungkap Pemohon kepada Majelis Hakim yang terdiri atas Achmad Sodiki (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati.
Menurut Pemohon, apabila tidak terjadi kecurangan penghitungan suara secara masif, maka hasil suara yang diperoleh pasangan calon no. urut 1 akan berkurang sampai 30.000 suara. Sedangkan pasangan calon lainnya akan bertambah perolehan suaranya sampai dengan puluhan ribu.
Selain itu, lanjut Pemohon, terjadi pelanggaran administrasi yakni Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebagai basis daftar Pemilih dikelola secara acak-acakan yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Bahwa Termohon dalam menetapkan DPT tidak mendasarkan pada Daftar Pemilih Potensial Pemilu yang berarti pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah,” jelas Pemohon.
Di samping itu, kata Pemohon, banyak ditemukan nama ganda, Pemilih yang tidak memiliki alamat yang jelas, tanggal dan bulan lahir yang sama yang tersebar di seluruh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Konawe Utara.
“Bahwa akibat kesemrawutan pengelolaan DPT berakibat validitas Pemilih secara hukum patut diragukan, yang pada gilirannya berpotensi terjadinya penggunaan hak pilih lebih dari satu kali,” ujar Pemohon.
Pelanggaran lainnya, sambung Pemohon, juga terjadi praktik politik uang yang dilakukan pasangan calon no. urut 1 pada malam pencoblosan di Kelurahan Mangsang dari RT 01 sampai dengan RT 05 di lingkungan RW 18.
“Diketahui ada 400 amplop, isinya masing-masing Rp 50.000 serta berisi kartu nama tertentu dengan ucapan agar memilih pasangan calon no. urut 1. Juga terjadi penyogokan pada seluruh saksi di salah satu TPS di Batam, jumlahnya Rp 200.000 per orang,” tandas Pemohon. (Nano Tresna A.)