TEMPO Interaktif, Jakarta - Bekas Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materinya terhadap sejumlah pasal tentang saksi dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sebab jika terkabul, maka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri bisa dijadikannya saksi meringankan dalam perkara dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum.
"Kalau begitu putusannya, maka tidak ada pilihan lain, pihak Kejaksaan Agung memanggil SBY dan Bu Mega untuk dimintai keterangannya, terkait kasus Siminbakum," ujar Yusril seusai sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, Selasa (18/1).
Menurutnya, Yudhoyono dan Megawati adalah saksi yang relevan, terutama tentang perihal Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam Sisminbakum. Bahkan, hanya Yudhoyono yang bisa menerangkannya.
Sebelumnya, dalam sidang, ahli yang diajukan Yusril menguraikan argumen-argumen yang mendukung uji materinya. Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir, misalnya. Ia beranggapan Yudhoyono dan Megawati wajib dihadirkan untuk memberi keterangan terkait kasus Sisminbakum.
Dia menilai Presiden dan mantan Presiden bisa diperiksa dalam sidang, tanpa sebelumnya diperiksa polisi. "Itu bentuk lain negara kita adalah negara hukum. Semua punya kedudukan yang sama di hukum, baik dia menjabat atau tidak menjabat," ucapnya.
Ia pun berpendapat tiap tersangka berhak menghadirkan saksi untuk meringankan perkaranya. Jika tidak, maka ada potensi pelanggaran hak asasi tersangaka tersebut.
"Ini potensial untuk pelanggaran hak-hak asasi tersangka, proses pengumpulan alat bukti perlu selengkap mungkin," tuturnya.
Dalam uji materi ini, Yusril mengajukan uji tafsir pasal-pasal KUHAP. Pengujian tersebut adalah buntut penolakan Kejaksaan Agung menjadikan Yudhoyono, Megawati, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan bekas Menteri Keuangan Kwik Kian Gie sebagai saksi dengan alasan tidak relevan dan mereka tidak memenuhi syarat.
Yusril menganggap kalau jaksa berhak memanggil siapa saja menjadi saksi yang memberatkan dirinya, maka sesuai KUHAP dia juga berhak untuk meminta diperiksanya saksiyang meringankannya. Yusril menganggap Kejaksaan Agung keliru menafsirkan KUHAP, dan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.
Dalam masa pemerintahannya yang lalu, Yudhoyono pernah melansir empat Peraturan Pemerintah tentang PNBP yang berlaku di Departemen Kehakiman (kini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menurut Yusril, Yudhoyono tidak pernah memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP. Karena itulah ia berkukuh kesaksian Yudhoyono sangat penting dalam perkaranya.
BUNGA MANGGIASIH