Jakarta, MKOnline - MK mengelar sidang perdana perkara nomor 4/PUU-IX/2011 tentang pengujian Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek voor Indonesie pada Senin (17/1) dengan Pemohon Tjahjadi Nugroho dan Aryanto Nugroho. Panel Hakim MK yang menyidangkan perkara menyarankan perbaikan untuk kejelasan permohonan yang diajukan oleh Tjahjadi Nugroho dan Aryanto Nugroho.
Pemohon menyatakan dirinya merasa dirugikan oleh putusan Peninjauan Kembali (PK) Kedua Mahkamah Agung (MA) mengenai kasus pengalihan harta tak bergerak dengan alat bukti yang dalam PK Pertama telah dianggap tidak sah. Oleh karena itu ia mengajukan uji materi atas Pasal 616, 617, 618, 619 dan 620 dan Pasal 1918 KUHPerdata, juga terhadap Pasal 1, 23, 28 dan Pasal 33 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Panel Hakim yang terdiri atas Maria Farida (Ketua) beranggotakan Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim menilai permohonan belum jelas, oleh karena itu diberikan waktu 14 hari untuk perbaikan. ”Saya lihat belum jelas apa yang saudara mohonkan sebenarnya, apakah minta PK boleh dua kali, hingga aturan PerUU-an PK lebih dua kali tidak boleh, atau meminta aturan yang membolehkan PK dua kali itu dibatalkan. Apakah pengalihan Harta Tak Bergerak harus dengan akta otentik? Apakah juga anda mempertanyakan indepensi hakim atau apa? Atau apakah anda mengajukan ini karena marah karena kalah ataukah itu lebih baik bagi negara. Sebab batalnya pasal-pasal ini berlaku juga untuk seluruh warga negara,” tanya Hamdan Zoelva.
Sedangkan Hakim Muhammad Alim mengingatkan Buku Kedua KUHPerdata sepanjang mengenai tanah kecuali menyangkut Hipotik yang dimohonkan telah dibatalkan berdasarkan UU Pokok Agraria. Demikian juga UU 4 Nomor 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman telah digantikan oleh UU Nomor 48 Tahun 2009. ”Disini tidak mengadili kasus konkrit, hanya mengadili norma. Putusan Mahkamah Agung, termasuk Pengadilan di bawahnya tidak dapat diadili di MK, sebaliknya putusan MK tidak bisa diadili di sana (MA, red)”, urainya panjang lebar menasehati pemohon. Alim juga menjelaskan MK tidak mengadili PP, hanya UU. Alim juga menyarankan supaya Pemohon yang mengakui dirinya tidak paham hukum untuk berkonsultasi mengingat waktu tersisa hanya 14 hari.
Ketua Panel Hakim Maria Farida perkara No. 4/PUU-IX/2011 ini menyarankan kepada Pemohon untuk menunjukkan secara kongkrit apa pasal/ayat mana yang melanggar UUD 1945 dalam perbaikan permohonan. Panel Hakim sesuai UU memberikan waktu 14 hari, sesudah itu akan diagendakan sidang berikutnya. (Dwi Nugroho/mh)