Jakarta, MK Online - Bambang Sukarno, Pemohon pengujian undang-undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan, meminta selain Kementerian Kesehatan, seluruh kementerian melaporkan keterangan dan sikap resmi pemerintah terhadap UU ini. Di antaranya Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bambang ingin menunjukkan bahwa sikap resmi pemerintah terkait UU ini bukan hanya milik Kementerian Kesehatan.
Ia memaparkannya dalam sidang di MK dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah, DPR, Pihak Terkait (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Yayasan Jantung Indonesia), para saksi, serta ahli dari pemerintah, Rabu (5/1/2011).
Permohonan Bambang teregistrasi untuk perkara 19/PUU-VIII/2010. Sementara itu, UU dan ayat yang sama dimohonkan juga oleh 12 orang lainnya dengan nomor perkara 34/PUU-VIII/2010. Mereka adalah Nurtanto Wisnu Brata, Amin Subarkah, Abdul Hafidz Aziz H., Thalabudin Muslim KH, Moh. Tafri H., Parmuji, Timbul, Supriyadi, Salim, Suparno, Suryadi, dan Hodri.
Bambang mengujikan Pasal 113 ayat (2) yang berbunyi “Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.” Lalu, selain Pasal 113, 12 Pemohon lainnya juga mengujikan Pasal 114 berbunyi “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan”, Penjelasan Pasal 114, dan Pasal 199 ayat (1). Ada silang tafsir terkait pemaknaan zat adiktif dalam ayat-ayat tersebut.
Dalam ruang sidang, Ibu Nani sebagai saksi Pihak Terkait menerangkan dirinya adalah perokok berat. Tanpa rokok, ia tidak bisa bekerja. “Saya ingin menghilangkan rokok tapi tidak bisa, padahal itu demi anak-anak saya. Saya sudah kena darah tinggi dan penyempitan pembuluh darah karena rokok,” katanya.
Saksi Pihak Terkait lainnya adalah Fuad Baradja yang aktif di Yayasan Menanggulangi Masalah Rokok. Ia mengaku setiap hari mengedukasi masyarakat tentang bahaya rokok. “Ada seorang nelayan yang pendapatan bersih tiap harinya Rp 50 ribu, tapi konsumsi rokoknya mencapai separuh penghasilannya. Anehnya, dua anaknya berhenti sekolah. Bahkan ia mengaku daripada berhenti merokok lebih baik anaknya yang berhenti sekolah,” papar Fuad.
Karena itu, Fuad mendukung upaya pemerintah meninggikan derajat kesehatan masyarakat dengan UU ini. “Di Singapura, orang berhenti merokok antri ikut terapi, sementara Indonesia tidak. Anak saya merokok di usia 13 tahun dan sampai sekarang tidak bisa berhenti,” lanjutnya. Sementara itu, Rima Melati, saksi Pihak Terkait lainnya, juga mengakui hal yang sama tentang bahaya merokok yang menyebabkan dirinya divonis kanker usus dan kanker payudara.
Merespon keterangan para saksi ini, para Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya menyatakan sebenarnya mereka pun menginginkan adanya pengendalian rokok. Upaya melalui sosialisasi visual juga masih disetujui Pemohon. “Yang tidak kami setujui adalah pelarangan total,” sergah Pemohon.
Sidang yang dihadiri delapan hakim konstitusi ini akan mengagendakan satu kali sidang lagi untuk mendengarkan keterangan para ahli dari masing-masing pihak. (Yazid/mh)