Jakarta, MK Online - Haul merupakan pembelajaran, mengenang jasa-jasa orang besar, untuk kemudian melanjutkan nilai-nilai perjuangannya. “Belajar dari kehidupan manusia, dari manusia yang besar, kita menjadi tahu mengapa orang menjadi besar dan mengapa orang menjadi kecil dalam hidupnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam acara “Haul Akbar Setahun Wafatnya KH. Abdurrahman Wahid” di Ciganjur, Kamis (30/12) malam.
Itulah sebabnya, ungkap Mahfud, dalam Al-Qur’an dituliskan bahwa Allah SWT mengisahkan tentang kematian Fir’aun, saat-saat menjelang ajal Fir’aun ketika tenggelam di Laut Merah. Kala itu sosok pria yang dikenal sangat arogan dan merasa dirinya sebagai Tuhan, berdoa, “Tuhan, saya menjadi kecil di Laut Merah. Sekarang saya tahu, Engkaulah Tuhannya Musa adalah Tuhan yang benar, Engkau Maha Besar. Atas kekuasaan-Mu, selamatkanlah saya dari kematian di Laut Merah.”
Dijelaskan Mahfud, Allah SWT berfirman, “Hari ini Aku selamatkan badanmu dari kehancuran Laut Merah, agar kamu bisa menjadi pelajaran bagi orang-orang sesudah kamu.” Ribuan tahun kemudian, tubuh Fir’aun tetap utuh meski sudah tak bernyawa, hingga kini tersimpan di Kairo, Mesir.
Oleh sebab itu, haul menjadi penting, karena dapat belajar dari sejarah orang-orang besar baik yang baik maupun yang jahat. “Nah, melalui haul malam ini, kita bisa belajar dari Gus Dur sebagai orang besar yang baik. Itulah perlunya haul,” imbuh Mahfud yang datang beserta isteri, serta dihadiri sejumlah tokoh lain seperti Akbar Tanjung dan isteri, Lukman Hakim, dan para hadirin lainnya.
Lebih lanjut Mahfud menuturkan pengalamannya dengan KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa Gus Dur. Menurut Mahfud, Gus Dur merupakan sosok yang tegas kepada ketidakadilan dan kekufuran. Di mata Gus Dur, bukan persoalan, orang beragama apa pun kalau memang tidak lurus, maka akan dihantam oleh Gus Dur. Sebaliknya, kalau orang-orang itu jujur dan lurus, maka akan dilindungi oleh Gus Dur.
“Saya teringat, menjelang kejatuhan Gus Dur dan beliau diserang ramai-ramai oleh lawan politiknya, lalu Menteri Luar Negeri saat itu Alwi Shihab mendatanginya seraya berkata, ‘Gus, ini kan politik, Gus Dur enggak usah banyak komentar, biarkan saja nanti reda sendiri’. Tapi jawab Gus Dur, ‘Ente urus aja orang-orang yang baik agar tetap baik. Soal preman-preman biar saya yang menghadapi’,” papar Mahfud.
Hal itulah, ungkap Mahfud, yang menjadi salah satu gaya Gus Dur dalam menjalankan kepemimpinannya. Bahwa Gus Dur tegas dan berani menghantam kesewenang-wenangan, beliau tidak tunduk.
“Sebaliknya, kepada orang-orang baik, beliau sangat santun, tidak pernah memikirkan bahwa beliau seorang Presiden. Beliau sangat ramah terhadap siapa pun. Saya kira, kita bisa belajar dari sejarah orang baik, kalau ingin hidup tenteram,” tandas Mahfud. (Nano Tresna A.)