Jakarta, MK Online - Perselisihan hasil Pemilukada (PHPU) Kutai Timur berakhir dengan kemenangan pasangan Isran Noor-Ardiansyah (calon incumbent). Sebab, dalil permohonan yang dinilai kurang jelas, membuat MK menolak seluruh permohonan Pemohon. Putusan dibacakan Rabu (29/12/2010) satu per satu oleh hakim MK.
Perkara 217/PHPU.D-VIII/2010 ini dimohonkan pasangan calon nomor urut 7, Suardi-Agustinus Djiu. Ada empat pokok permohonan yang dimohonkan oleh Pemohon, yakni: terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT), keterlibatan pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), politik uang, serta black campaign (kampanye negatif) terhadap salah satu pasangan calon selama penyelenggaraan pemilukada.
Terkait DPT, Pemohon mempermasalahkan tidak rasionalnya jumlah DPT yang telah ditetapkan oleh Termohon (KPU Kab. Kutai Timur). Menurut Pemohon, jumlah pemilih yang dicantumkan oleh Termohon dalam DPT adalah sejumlah 209.727 pemilih. Padahal, lanjut Pemohon, jumlah seluruh penduduk adalah 245.817 jiwa (versi Termohon) atau 253.847 jiwa (versi BPS).
Selain itu, diungkapkan adanya keterlibatan pejabat serta PNS dalam menyukseskan pasangan calon nomor urut tiga, Isran Noor-Ardiansyah (Pihak Terkait). Menurutnya, keterlibatan itu telah dilakukan oleh beberapa pejabat daerah, diantaranya oleh Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat dalil black campaign Pemohon, tidak dijelaskan secara lebih lanjut, sehingga harus dikesampingkan. Dalil politik uang seperti didalilkan juga dibantah Pihak Terkait, dan dinilai Mahkamah tidak terbukti. “MK menilai dalil-dalil Pemohon tidak terbukti secara hukum,” kata Arsyad Sanusi.
Amar putusan MK yang dibacakan Mahfud MD, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait, serta menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. (Yazid/mh)