Jakarta, MK Online - Mengenang seseorang dan merayakannya adalah lumrah. Tapi, akan berbeda jika yang dikenang adalah sosok dengan jasa besar terhadap negeri ini. Dia, tak hanya mantan Presiden RI, tetapi juga seorang pemikir, pejuang sekaligus tokoh agama, bahkan tak hanya itu, ia juga penuh kontroversi. Itulah yang unik darinya. Terkadang ia terkesan menyepelekan masalah, meski di satu sisi, ‘celetukan-celetukannya’ kadang sangat tepat dan ‘menggugat’ nalar. “Gitu aja kok repot,” merupakan salah satu celetukannya yang cukup populer. Dia, adalah KH. Abdurrahman Wahid, atau akrab dipanggil Gus Dur.
Untuk mengenang jasa-jasa dan buah pikiran Gus Dur, khususnya pemikiran-pemikirannya tentang konstitusionalisme, maka digelar diskusi dengan mengangkat tema “Konsekuensi Menegakkan Konstitusi” pada Rabu (29/12) di Aula Lantai Dasar Gedung MK, Jakarta Pusat. Acara ini dipersembahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Rakyat Merdeka Online (RM Online), serta Gerakan Indonesia Bersih (GIB).
Pada kesempatan itu, Ketua MK Moh. Mahfud MD memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Mahfud, mengenang beberapa perilaku Gus Dur dalam kesehariannya saat menjadi Presiden RI. Di mana, pada waktu itu Mahfud masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI.
Menurut Mahfud, Gus Dur merupakan salah satu tauladan dalam menghayati konstitusi. Mahfud mengisahkan, pada suatu peristiwa dimana Gus Dur akan diturunkan sebagai Presiden, dirinya ditemui oleh orang yang mengatakan akan membantu Gus Dur mempertahankan kedudukannya (sebagai Presiden). Lalu, Gus Dur meminta Mahfud menemui orang tersebut untuk menanyakan dengan cara apa orang tersebut akan membantu Gus Dur. Orang itu pun berkata, “Berlakukan syariat Islam, maka saya akan bela Gus Dur dengan seluruh umat islam di Indonesia ini,” begitulah kurang lebih perkataan orang itu.
Kemudian, pesan orang tersebut disampaikan Mahfud kepada Gus Dur. Setelah mendengar hal itu, Gus Dur pun menjawab, “Saya lebih baik tidak menjadi Presiden dari pada mengkhianati konstitusi.”
“Kalau mau membela saya harus dengan cara-cara konstitusional,” tegas Gus Dur menyambung jawabannya itu. Menurut mahfud, semangat inilah yang harus kita teladani dan hayati. Jangan sampai berbicara tentang demokrasi dan konstitusi hanya pada tingkatan formalitas belaka, tidak sampai pada implementasi keseharian. “Demokrasi itu bukan pasar,” tutur Mahfud menerjemahkan pesan tersirat Gus Dur tersebut. Ia menegaskan, konstitusi harus ditegakkan tanpa kompromi. Demokrasi bukan arena transaksi kepentingan. “Konstitusi tidak dapat dijualbelikan dengan jabatan,” pesannya.
Adapun pembicara dalam diskusi tersebut, adalah Rizal Ramli (pakar ekonomi), Adi Massardi (mantan juru bicara Gus Dur), dan Luhut MP Pangaribuan (pakar hukum) dengan dimoderatoti oleh Teguh Santosa. (Dodi/mh)