Jakarta, MK Online - Sejak lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk pada tahun 2003 hingga 2010, MK telah menguji sebanyak 365 undang-undang (UU), yang 58 UU di antaranya dibatalkan. Hal ini menunjukkan memang ada kekeliruan dalam pembuatan UU.
“Sebagian besar UU yang dibatalkan adalah undang-undang mengenai politik, misalnya UU tentang Pemilu dan UU tentang Pemerintahan Daerah,” ungkap Mahfud sebagai salah seorang narasumber dalam diskusi “Refleksi Akhir Tahun 2010” yang diselenggarakan di Megawati Institute, Jakarta, Selasa (28/12) siang.
Dengan adanya dinamika pembatalan undang-undang mengenai politik, menurut Mahfud, ada kecenderungan bahwa UU dibuat berdasarkan kehendak dan kompromi politik. Bahkan, kata Mahfud, hampir semua politisi di Indonesia selalu mencari tafsir sendiri atas kehendak sendiri.
“Mereka secara sadar telah melakukan kesalahan dalam penafsiran. Namun, kesalahan itu kemudian dikompromikan dengan peta kekuatan politik di parlemen. Akhirnya, meskipun salah, tapi karena mayoritas akhirnya diputuskan,” imbuh Mahfud. Dalam diskusi itu juga dihadiri narasumber lainnya, yakni mantan Presiden Megawati Soekarnoputri selaku Chairman Megawati Institute, pengamat politik dan militer Salim Said, serta pengamat ekonomi Iman Sugema.
Dalam kesempatan itu Megawati menekankan pentingnya peran konstitusi dalam kehidupan bernegara, termasuk peran penting MK dalam mengawal konstitusi. Megawati juga meminta Ketua MK, agar tetap tegar dan tidak oleng dengan gonjang-ganjing berbagai permasalahan yang kini menerpa MK.
Sementara pengamat militer Salim Said mengatakan, saat ini terlihat bahwa bangsa Indonesia mulai meninggalkan nilai-nilai Pancasila, mulai keluar dari semangat amanat konstitusi, sistem presidensial yang diamanatkan konstitusi tidak berjalan semestinya.
“Dalam praktiknya, sistem presidensial dapat terjebak pada praktik demokrasi delegatif yang ditandai oleh pemusatan kekuasaan Presiden yang berjalan tanpa pengawasan yang kuat,” tandas Salim.(Nano Tresna A./mh)