Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara pengujian UU No. 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah - Perkara No. 80/PUU-VIII/2010 - pada Rabu (29/12) di ruang sidang MK. Pemohon adalah Fahuwusa Laia selaku Bupati Kabupaten Nias Selatan yang diwakili kuasa hukumnya Danu I. Nugraha, Ahmad Zein Allantany, Marjan Miharja, dan Toddy Sebastian.
Pengujian undang-undang yang dimohon Pemohon adalah Pasal 61 Ayat (4) UU No. 12/2008 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) yang berbunyi, “Penetapan dan pengumuman pasangan calon sebagaimana dimaksud Ayat (3) bersifat final dan mengikat.” terhadap Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Pemohon menjelaskan bahwa Hasil Pemilukada Kabupaten Nias Selatan 2010 menyatakan Pemohon telah ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Nias Selatan 2011-2016 oleh KPU Kabupaten Nias Selatan berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten Nias Selatan No. 39/Kpts/KPU-Kab-002.434832/2010 tentang Penetapan Bakal Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Nias Selatan.
“Namun pada 4 Oktober 2010, KPU Kabupaten Nias Selatan menganulir penetapan kami sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Nias Selatan 2011-2016,” jelas Pemohon kepada Majelis Hakim.
Padahal, ungkap Pemohon, Pasal 61 Ayat (4) UU No. 12/2008 tentang Pemerintah Daerah tidak menentukan secara tegas kepada pihak siapa dan dengan pihak siapa ketentuan “final dan mengikat” itu berlaku.
“Apakah hanya kepada antara para calon dalam satu pasangan, atau antara pasangan dengan partai pengusung, atau antara para pasangan calon dengan penyelenggara Pemilu?” kata Pemohon mempertanyakan.
Dikatakan Pemohon, bila melihat ketentuan Pasal 62, Pasal 63 dan Pasal 64 UU No. 12/2008 itu, maka secara implisit frasa “final dan mengikat” itu hanya berlaku untuk pasangan calon dalam satu pasangan dan pasangan calon dengan partai pengusung.
“Keadaan ini berpotensi bagi penyelenggara Pemilu untuk dapat mengubah keputusannya yang telah menetapkan bakal calon menjadi pasangan calon dan kemudian sewaktu-waktu dapat membatalkan pasangan calon yang telah ditetapkan tersebut dengan secara sewenang-wenang,” tegas Pemohon.
Menurut Pemohon, tafsiran yang benar dan konstitusional atas ketentuan Pasal 61 Ayat (4) UU No. 12/2008 adalah tafsir yang menyatakan bahwa frasa “final dan mengikat” tersebut tidak hanya bagi antara pasangan calon dalam satu pasangan, antara pasangan calon dengan partai pengusung, namun juga bagi penyelenggara Pemilu.
“Kalau ada tafsir lain terhadap ketentuan a quo, maka haruslah memberikan jaminan kepastian hukum bagi pasangan calon yang telah ditetapkan dan juga bagi penyelenggara pemilu dalam konsepsi negara hukum dan jaminan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945,” demikian disampaikan Pemohon dalam sidang. (Nano Tresna A./mh)