Jakarta, MK Online - Hasil pemungutan suara pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kab. Halmahera Barat, Maluku Utara digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon adalah pasangan calon nomor urut empat, Penta Libela Nuara-Benny Andhika Ama. Panel Hakim dalam perkara nomor 228/PHPU.D/VIII/2010 ini adalah Achmad Sodiki (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi serta Muhammad Alim.
Pada persidangan pendahuluan, Selasa (28/12), Pemohon diwakili oleh para kuasa hukumnya, Elza Syarief dkk. Hadir pula Termohon Prinsipal Kasman Tan beserta anggota KPU Kab. Halmahera Barat lainnya dengan didampingi para kuasanya, Wakil Kamal dkk. Sedangkan Pihak Terkait, hadir Prinsipal, pasangan calon nomor urut dua, Namto H. Roba-Husein Abdul Fatah beserta kuasa hukumnya Arteria Dahlan dkk. Pihak Terkait adalah incumbent.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon menyatakan telah terjadi beberapa kecurangan dan pelanggaran selama penyelenggaraan Pemilukada Kab. Halmahera Barat sehingga merugikan para calon lainnya, terutama pihak Pemohon. Kecurangan dan pelanggaran tersebut, menurut Pemohon, dilakukan oleh Termohon maupun Pihak Terkait.
Menurut Elza, setidaknya telah terjadi kecurangan berupa: penggelembungan suara bagi Pihak Terkait, pencetakan surat suara yang tidak sesuai prosedur hukum, intimidasi terhadap PNS (Pegawai Negeri Sipil), serta money politic. “Penggelembungan suara dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif. Dilakukan oleh incumbent dengan menggunakan surat suara yang cacat dan tidak valid,” katanya.
Selain itu, lanjut Elza, terkait pencetakan surat suara, Termohon telah melakukannya tanpa mengikuti mekanisme dan prosedur yang telah ditentukan. “Pengadaan logistik tidak sesuai dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003,” tegasnya. Karena, menurutnya, seharusnya pihak yang menangani pengadaan logistik Pemilukada harus terpilih melalui tender, bukan penunjukkan langsung. “(Pemilihan perusahaan, red) tidak dilakukan secara transparan dan tidak pernah melibatkan Panwas dan Tim Sukses pasangan calon,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Pemohon juga menyoroti kualitas surat suara yang digunakan selama Pemilukada. Menurutnya, pada sebagian besar surat suara cacat itu terdapat bercak-bercak putih pada gambar pasangan calon nomor urut dua. Dan, jika diterawang, lanjut Elza, maka sekilas akan tampak seperti tercoblos. Oleh karena itu, ia menyatakan, kondisi tersebut telah menguntungkan Pihak Terkait dan dilain pihak sangat merugikan Pemohon.
Kemudian, Pemohon juga mempersoalkan curi start oleh Pihak Terkait. Menurutnya, Bupati incumbent telah melakukan kampanye sebelum waktunya serta menggunakan fasilitas negara ketika kampanye. “(Bukti, red) rekaman CD ada di Panwas,” tandasnya.
Oleh karena itu, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan penghitungan yang benar adalah penghitungan versi Pemohon. Menurut Pemohon, setelah dikurangi penggelembungan suara, maka calon pemenang adalah Pemohon dengan perolehan suara 10.391 suara, sedangkan urutan kedua ialah Pihak Terkait memperoleh 9.844 suara.
Setelah mendengarkan penyampaian pokok-pokok permohonan, Panel Hakim memberikan beberapa saran perbaikan. Menurut Panel, Pemohon perlu menyederhanakan dan memodifikasi penulisan permohonan agar lebih jelas dan mudah untuk dibaca dan ditanggapai oleh Termohon maupun Pihak Terkait. Selain itu, menurut Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi, Pemohon masih perlu menjabarkan dan menegaskan dalil-dalilnya, khususnya tentang kapan, dimana, bagaiamana, oleh siapa, dan pada tingkat apa kecurangan dilakukan. Sehingga, menurut Fadlil, mudah mengidentifikasi sejauhmana signifikansi kecurangan yang telah terjadi. Sidang selanjutnya digelar Kamis (30/12) Pukul 10.00 WIB. (Dodi/mh)