Ketua MK: MK Tidak Boleh Mengomentari RUU, Sebelum Jadi UU
Selasa, 28 Desember 2010
| 14:16 WIB
Ketua MK, Moh. Mahfud MD memberikan keterangan kepada para wartawan di ruang kerjanya, Senin (27/12), di antaranya hadir jurnalis dari Al Jazeera.
Jakarta, MK Online - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menjelaskan argumen-argumen RUU Keistimewaan Yogyakarta harus dibangun dalam proses politik di DPR dan tidak boleh dicampuri oleh MK.
"MK tak boleh mengomentari suatu RUU, sebelum menjadi UU. Sebab jika memberi komentar atas RUU berarti mencampuri urusan legislatif. Padahal MK adalah yudikatif dan berada pada posisi di luar legislatif," ungkap Mahfud kepada para wartawan di ruang kerjanya, Senin (27/12), di antaranya hadir jurnalis dari Al Jazeera.
Selain itu, MK juga tak boleh mengomentari substansi RUU. Namun, dia mengingatkan jika setelah setelah RUU itu disahkan dan isinya tidak sesuai dengan konstitusi, pihak-pihak terkaitbisamengajukan permohonan uji materi ke MK.
"Oleh karena itu MK hanya akan melihat argumen-argumen yang dibangun dalam proses politik antara DPR dan Pemerintah dalam proses legislasi itu," tegas Mahfud.
Mahfud menjelaskan pula, selama ini MK sudah cukup banyak menjatuhkan bermacam putusan yang fundamental. Di antaranya, putusan MK soal penggunaan KTP atau paspor pada saat Pemilu 2009. Selain itu, beberapa tahun lalu, MK pernah menjatuhkan putusan mengenai hukuman mati di Indonesia, juga putusan mengenai quick count dan survei dalam pemilu, dan sebagainya.
“Salah satu putusan paling fundamental adalah Kasus ‘Cicak vs Buaya’ yang menyangkut Bibit-Chandra pada November 2009. Kasus ini mendapat perhatian banyak pihak dan seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Mahfud.
Di samping melakukan sidang-sidang mengenai sengketa Pileg, Pilpres dan Pemilukada yang saat ini masih menghangat, ungkap Mahfud, MK juga melakukan pengujian terhadap UU sebagai wewenang utama MK. “Sumber pengujian sepenuhnya pada konstitusi,” kata Mahfud.
Lebih lanjut Mahfud menanggapi soal pengawasan para hakim MK. Dikatakan Mahfud, pengawasan terhadap MK, khususnya kepada para hakim MK itu perlu. Sejauh ini, ujar Mahfud, kinerja MK masih bisa dikatakan baik karena MK dekat dengan sumbu sejarah.
“Namun saya juga tetap khawatir, suatu saat MK bisa saja dicemari oleh pihak tertentu karena kepentingan politik dan sebagainya,” tandas Mahfud seraya mengungkapkan bahwa pengawasan hakim MK bisa dilakukan oleh pers, LSM, maupun lembaga Komisi Yudisial (KY). (Nano Tresna A.)