Jakarta, MK Online - Mafia hukum bukan hanya berkaitan dengan uang, tetapi juga soal tekanan dan opini untuk memengaruhi putusan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD ketika menghadiri forum diskusi “Evaluasi Kinerja Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia”, (22/12), di Istana Bogor.
“Ada juga tekanan upaya memengaruhi putusan. Itu sama juga akibatnya dengan mafia kasus. Mungkin tekanan opini atau atau tekanan politik atau blackmail. Saya akan ceritakan blak-blakan ketika saya menangani gugatan Yusril terhadap masa jabatan Jaksa Agung, Hendarman Supandji. Menjelang putusan, saya didatangi oleh seseorang yang minta agar intinya MK itu menyatakan Jaksa Agung itu sah sampai akhir masa jabatan. Katanya Jaksa Agung itu hanya bisa berhenti dengan adanya SK Presiden,” jelasnya.
Mahfud menjelaskan bahwa orang tersebut mengancamnya akan membuka data mengenai suap yang dilakukan oleh salah satu hakim konstitusi. “Dia setengah mengancam. Kami juga punya data kalau hakim MK itu terima suap. Kami punya buktinya A1. Saya bilang, saya kerja untuk negara. Kalau ada info A1, saya sikat atas nama negara," tegasnya.
Orang tersebut, lanjut Mahfud, mengatakan akan membongkar kasus suap di MK. “Hakim Anda, namanya Akil Mochtar pernah menerima uang di Kalimantan Barat untuk pemekaran daerah. Dia sudah menandatangani di kwitansinya. Itu kwitansi 2003 dan sudah clear di Kejaksaan Agung. Itu bukan suap, tetapi itu biaya jamuan karena orang Pemda ini ingin mempertanggungjawabkan. Berikutnya datang lagi, dia bilang Yusril ini buktinya sudah kuat. Kalau dia sampai masuk pengadilan, Bapak bisa ikut karena sebagai mantan Menteri Kehakiman. Saya bilang, saya tidak ada urusan itu. Kami sudah punya putusan," paparnya.
Dalam kesempatan itu pula, Mahfud memaparkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempunyai peran untuk mengintervensi dalam penegakan hukum di Indonesia. Menurut Mahfud, Presiden memiliki peran dalam penegakkan hukum dari sisi eksekutif. "Saya ingin meluruskan pandangan bahwa Presiden tidak boleh ikut campur urusan hukum. Menurut saya, Presiden wajib ikut dalam penegakan hukum karena dibantu oleh Jaksa Agung dan Kapolri," kata Mahfud.
Akan tetapi, lanjut Mahfud, jika sebuah kasus sudah memasuki ranah pengadilan, Presiden tidak boleh melakukan intervensi. "Baru tidak boleh ikut campur di dalam ranah pengadilan. Kalau sudah bagian Pak Harifin (Ketua Mahkamah Agung, red.) dan saya, jangan ikut campur," ujarnya.
Menurut Mahfud, peran aktif Satgas Mafia Hukum sangat dibutuhkan untuk mengusulkan hal tersebut kepada Presiden. "Peran Satgas itu strategis, dia (Satgas Mafia Hukum, red.) merekomendasikan itu, mengusulkan secara teknis agar Presiden ikut campur," ujarnya.
Disinggung mengenai strategi MK menghadapi Mafia Hukum, Mahfud mengatakan MK menggunakan strategi keterbukaan. "Kita tidak boleh melindungi institusi karena kita kerja untuk negara," tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)